NASIONAL.NEWS — Pondok Pesantren Hidayatullah Depok menggelar acara Tabligh Akbar bertajuk “Muslimah Tangguh yang Produktif dan Bahagia” di Masjid Ummul Quraa komplek pesantren yang berlokasi di Kalimulya, Cilodong, Kota Depok ini, Sabtu (14/6/2025).
Acara ini menghadirkan dua narasumber, yaitu influencer kebaikan Pipik Dian Irawati Popon atau yang biasa disapa Umi Pipik. Ia berduet dengan daiyah lintas nusantara Ustadzah Dr. Hj. Sabriati Aziz, M.Pd.I.
Dengan kehadiran sekitar 500 peserta, acara ini tidak hanya menjadi wadah penyampaian nilai-nilai keislaman, tetapi juga ruang refleksi bagi muslimah untuk memperkuat peran mereka dalam keluarga dan masyarakat.
Kekuatan Hati yang Bersandar kepada Allah
Dalam penyampaiannya, Umi Pipik menekankan makna sejati dari ketangguhan seorang muslimah.
Ia memaparkan bahwa ketangguhan bukanlah sekadar kekuatan fisik, melainkan kekokohan hati yang senantiasa bersandar kepada Allah.
“Muslimah yang tangguh, bukanlah yang tangguh secara fisik. Bukan yang kuat menggeser lemari sendiri. Bukan yang kuat mengangkat meja sendiri. Tetapi muslimah yang tangguh adalah yang hatinya senantiasa kukuh, yang selalu menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah,” katanya.
“Muslimah yang tangguh selalu mengatakan ‘Aku punya Allah’, bukan, ‘Aku punya suami’, ‘Aku punya anak’, ‘Aku punya harta’. Muslimah yang dalam segala situasi dan keadaan selalu meyakini bahwa aku punya Allah,” ujar Pipik dengan penuh semangat.
Umi Pipik yang juga single parent ini mengajak para muslimah untuk menjadikan Allah sebagai tumpuan utama dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
Dalam perspektif Pipik, ketangguhan sejati terletak pada keyakinan spiritual yang kokoh, bukan pada pencapaian material atau ketergantungan pada hal-hal duniawi.
Dengan menyandarkan segala sesuatu kepada Allah, menurut Pipik, seorang muslimah dapat menghadapi tantangan dengan ketenangan batin dan keimanan yang kuat.
Lebih lanjut, Pipik mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu untuk berbuat kebaikan sebagai bekal menuju kehidupan akhirat.
“Setiap amal shaleh ada batas waktunya. Mari memanfaatkan waktu yang ada sebagai bekal untuk perjalanan yang jauh lebih panjang dari perjalanan saat ini,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa kemudahan dalam berbuat baik adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
“Bentuk ridhanya Allah kepada kita adalah kita dimudahkan untuk berbuat baik,” tambahnya.
Pipik juga menyebut bahwa ujian yang diberikan Allah merupakan wujud cinta-Nya kepada manusia.
“Ungkapan rasa cinta Allah kepada manusia itu dengan ujian yang diberikan,” tegasnya.
Menjaga dan Menyelamatkan Keluarga
Sementara itu, Ustadzah Sabriati Aziz menguraikan pentingnya menjaga diri dan keluarga dari ancaman yang dapat merusak akidah dan moral.
Mengacu pada Al-Qur’an, Surah At-Tahrim ayat 6, Sabriati memaparkan kewajiban muslim untuk melindungi keluarga dari pengaruh buruk lingkungan, termasuk kesyirikan modern dan paham-paham menyimpang.
“Kita harus membentengi keluarga kita dari pengaruh buruk lingkungan, kesyirikan termasuk kesyirikan modern, paham-paham menyimpang yang banyak berkembang. Juga menjaga jangan sampai anak keturunan kita terjerumus dalam LGBT,” ujar Sabriati dengan tegas.
Sabriati juga menyoroti pentingnya mengembalikan peran suami sebagai qawwam atau pemimpin dalam rumah tangga, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Surah An-Nisa ayat 34: “Ar-rijaalu qawwaamuuna ‘alan nisaa”.
Menurutnya, saat ini banyak wanita yang melupakan kodratnya sebagai istri yang taat kepada suami. Ia mengingatkan para muslimah untuk menyeimbangkan aktivitas luar dengan tanggung jawab domestik.
“Sekarang banyak wanita yang melupakan kodratnya sebagai istri yang harus taat kepada suami dan melakukan apapun atas seizin suami. Sekarang banyak perempuan yang kebablasan, terlalu banyak beraktivitas di luar sehingga melupakan tugas utamanya di rumah,” katanya.
Keteladanan Orang Tua sebagai Fondasi Keluarga
Materi yang disampaikan Umi Pipik selaras dengan pandangan Sabriati, khususnya dalam menafsirkan Surah At-Tahrim ayat 6. Pipik menekankan bahwa frasa “Quu anfusakum wa ahliikum” (jagalah dirimu dan keluargamu) menunjukkan bahwa perbaikan keluarga harus dimulai dari perbaikan diri sendiri.
“Sebelum memperbaiki keluarga kita, anak-anak kita, kita harus terlebih dahulu memperbaiki diri kita. Sebelum kita menyuruh anak-anak kita untuk beribadah, maka orang tuanya terlebih dahulu yang harus melaksanakannya. Orang tua harus memberikan keteladanan,” ungkap Pipik.
Umi Pipik menggarisbawahi pentingnya keteladanan orang tua dalam membentuk karakter anak-anak. Menurut Pipik, orang tua yang konsisten menjalankan ibadah dan nilai-nilai Islam akan menjadi panutan yang kuat bagi anak-anak mereka.
Dengan demikian, terang dia, pendidikan agama dalam keluarga tidak hanya berupa perintah, tetapi juga melalui contoh nyata yang ditunjukkan oleh ayah dan ibu.
Antusiasme Jamaah dan Helatan Bazaar
Acara Tabligh Akbar ini dihadiri oleh sedikitnya 500 jamaah, menunjukkan antusiasme tinggi dari masyarakat, khususnya kaum muslimah, untuk memperdalam pemahaman keagamaan mereka.
Suasana semakin meriah dengan adanya bazaar di halaman masjid yang digelar setelah shalat zuhur berjamaah.
Bazaar ini menjadi daya tarik tersendiri, dengan para jamaah memadati area tersebut untuk berbelanja berbagai produk, mulai dari makanan, pakaian, hingga kebutuhan sehari-hari.
Relevansi Pesan dalam Konteks Modern
Tabligh Akbar ini tidak hanya menjadi ajang penyampaian nilai-nilai keislaman, tetapi juga ruang refleksi bagi muslimah untuk memahami peran mereka dalam menghadapi tantangan zaman.
Dalam era modern yang penuh dengan dinamika sosial, seperti pengaruh budaya populer, ideologi menyimpang, dan pergeseran nilai keluarga, pesan dari Umi Pipik dan Ustadzah Sabriati menjadi sangat relevan.
Keduanya mengajak muslimah untuk kembali kepada nilai-nilai Al-Qur’an, menjaga akidah, dan memprioritaskan peran sebagai ibu dan istri tanpa mengesampingkan produktivitas di ranah publik.
Pesan tentang ketangguhan hati, keteladanan orang tua, dan pentingnya menjaga keluarga dari pengaruh buruk menjadi pengingat bahwa peran muslimah tidak hanya terbatas pada ranah domestik, tetapi juga mencakup tanggung jawab spiritual dan sosial.
Dengan memadukan kekuatan iman dan peran aktif dalam keluarga serta masyarakat, muslimah dapat menjadi agen perubahan yang produktif dan bahagia, sebagaimana tema acara ini.
ZAHRATUN NAHDHAH SYAMSU