Sukmawati Lukman, Sarjana Pendidikan dari Kampung Peraih Cumlaude di IIQ Jakarta

Hasman Dwipangga

Jumat, 19 September 2025

Sukmawati Lukman, S.Pd., usai wisuda di Jakarta berfoto dibersamai sang ibu, kakak, ipar, dan sanak famili (Foto: Hasman Dwipangga/ Nasional.news)

HARI yang cerah itu pada Selasa, 16 September 2025, Asrama Mahasiswa Kampung Hijrah di Jakarta tampak lebih ramai dari biasanya. Di ruang sederhana itu, Sukmawati Lukman bersama para mahasiswa perantau asal Desa Tinigi, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, menyambut tamu istimewa.

Sang kakak, Taqwaluddin, datang dari jauh bersama sang istri. Perjumpaan itu terasa makin istimewa karena hadir juga sang ibu tercinta yang akan menyaksikan acara wisuda sang anak bungsu. Di meja makan tersaji buras, makanan khas Sulawesi, menghadirkan suasana kampung yang hangat di tanah rantau.

Silaturahmi yang penuh kehangatan itu bukan pertemuan biasa. Ada kabar bahagia yang menjadi alasan perjalanan jauh itu: Sukmawati akan diwisuda pada Kamis, 18 September 2025.

Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, putri pasangan Nurilia dan almarhum Lukman Kadir, momen ini adalah buah perjuangan panjang dari seorang anak kampung yang kini menapaki panggung akademik di ibu kota.

Raih Predikat Cumlaude

Sukmawati bukan berasal dari keluarga berkecukupan. Kehidupannya ditempa dalam keterbatasan ekonomi. Namun, kesederhanaan itu justru menjadi sumber kekuatan.

Di Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta, jurusan Pendidikan Agama Islam, Sukma membuktikan bahwa tekad dan kesungguhan dapat melampaui segala keterbatasan. Ia lulus dengan predikat Cumlaude, meraih IPK 3,87.

“Bagi saya, kuliah bukan sekadar mengejar gelar, melainkan cara untuk memberi manfaat. Gelar hanyalah jalan, bukan tujuan akhir,” ungkap Sukmawati dalam sebuah kesempatan berbincang dengan media ini.

Perjalanan akademiknya tidak hanya berpusat pada ruang kelas. Ia aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat, khususnya di panti sosial. Dari sana ia belajar arti kepedulian dan solidaritas.

Kontribusinya bahkan mendapat apresiasi berupa penghargaan dari Baznas Bazis DKI Jakarta dan Dinas Sosial DKI Jakarta.

Sumbangsih Intelektual

Karya ilmiah yang ditulis Sukmawati menjadi salah satu kontribusi akademiknya bagi pendidikan agama di Indonesia.

Skripsi berjudul “Strategi Guru Tahfiz dalam Membimbing Siswa pada Program Ekstrakurikuler Tahfiz di SMPN 03 Kota Tangerang Selatan” tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dari keprihatinannya atas pentingnya pembinaan Al-Qur’an bagi remaja di tengah tantangan zaman.

Dalam penelitiannya, Sukmawati menemukan bahwa strategi para guru tahfiz tidak bisa disamakan untuk setiap siswa. Mereka memilih pendekatan yang adaptif, menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan masing-masing anak.

Pada realitanya, ada siswa yang cepat menghafal, ada pula yang perlu lebih banyak pengulangan dan perhatian khusus. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting, bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing yang memberi motivasi personal agar semangat para siswa tetap terjaga.

Namun, proses membimbing hafalan Al-Qur’an di tingkat SMP tentu tidak lepas dari berbagai tantangan. Guru sering berhadapan dengan keterbatasan waktu di luar jam pelajaran utama, sikap disiplin siswa yang beragam, serta minimnya dukungan sebagian orang tua. Meski begitu, dengan kesabaran dan strategi yang tepat, para guru tetap mampu menjalankan peran mereka.

Hasil penelitian Sukma menunjukkan bahwa usaha tersebut membuahkan hasil positif. Program tahfiz di SMPN 03 Kota Tangerang Selatan tidak hanya meningkatkan kemampuan hafalan siswa, tetapi juga menumbuhkan kedisiplinan, memperkuat spiritualitas, dan membentuk karakter yang lebih baik. Dengan kata lain, kegiatan tahfiz menjadi sarana penting dalam membangun generasi muda yang berakhlak sekaligus berprestasi.

Secara akademik, penelitian Sukma ini menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan agama tidak hanya ditentukan oleh kurikulum formal, tetapi juga penguatan program ekstrakurikuler yang dirancang dengan strategi pedagogis yang tepat.

Sukma menuliskan dalam kesimpulannya: “Guru tahfiz tidak hanya berperan dalam mentransfer pengetahuan hafalan, tetapi juga dalam menanamkan nilai moral, membentuk karakter, dan menumbuhkan kecintaan siswa pada Al-Qur’an.”

Pendidikan Tahfiz sebagai Pembinaan Karakter

Dari perspektif pendidikan Islam, penelitian Sukmawati memperlihatkan pentingnya strategi pedagogis yang humanis. Tahfiz Al-Qur’an tidak semata dimaknai sebagai hafalan mekanis, melainkan sebagai proses transformasi kepribadian.

Dalam kerangka teori pendidikan, strategi guru tahfiz dapat dikaitkan dengan pendekatan holistik-integratif, yaitu pendidikan yang tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik.

Hal ini menunjukkan relevansi penelitian Sukma dengan kebutuhan Indonesia saat ini dalam upaya bangsa membangun generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter kuat. Maka, skripsi tersebut bukan sekadar syarat kelulusan, melainkan sumbangsih intelektual nyata untuk memperkuat basis pendidikan agama di sekolah menengah.

Keteladanan Seorang Anak Bungsu

Di balik capaian akademiknya, Sukmawati adalah sosok yang mengajarkan arti perjuangan kepada kawan-kawan sesama perantau. Dari Desa Tinigi yang jauh nan terpencil, ia berani melangkah ke Jakarta. Dari ruang asrama sederhana, ia membuktikan bahwa keterbatasan tidak pernah menjadi alasan untuk berhenti bermimpi.

“Kalau kita niatkan menuntut ilmu sebagai ibadah, insya Allah selalu ada jalan. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa dari kampung pun, kita bisa memberi manfaat bagi banyak orang,” tutur Sukma.

Kisahnya membangunkan kesadaran bahwa pendidikan adalah jalan panjang yang tidak pernah mudah. Namun, dengan ketekunan, keikhlasan, dan dukungan doa keluarga, seorang anak kampung pun bisa berdiri di panggung wisuda dengan kepala tegak.

Inspirasi Bagi Generasi Muda

Hari-hari di asrama Kampung Hijrah kini diwarnai semangat baru. Teman-teman seperantau Sukma melihat bahwa perjuangan akademik bukan hanya tentang nilai tinggi, tetapi tentang bagaimana ilmu itu kelak bisa bermanfaat.

Kisah Sukmawati Lukman menjadi cermin bahwa keberhasilan sejati lahir dari kesederhanaan yang dibarengi kerja keras.

Ia menunjukkan bahwa pendidikan tinggi bukan monopoli anak kota atau mereka yang lahir dalam kelimpahan, melainkan hak semua orang yang mau berjuang.

Dari kampung kecil di Sulawesi Tengah, langkahnya kini menorehkan jejak besar di ibu kota. Semoga ilmu yang ia raih membawa keberkahan, jalannya selalu dimudahkan, dan pengabdiannya menjadi cahaya bagi banyak orang.

TERKAIT LAINNYA

Exit mobile version