NASIONAL.NEWS — Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya pembangunan pangan nasional yang berbasis kebutuhan pasar. Hal itu ia sampaikan dalam acara Pembekalan dan Pelepasan Tim Ekspedisi Patriot di Jakarta, Minggu (24/8/2025).
“Ke depan, ketika membangun daerah, jangan menanam sesuatu yang tidak ada pasarnya. Potensi yang ada harus dihubungkan dengan market. Misalnya, jika potensinya padi atau jagung, maka lahan, irigasi, benih, pascapanen, penyimpanan, hingga distribusi harus disiapkan secara utuh dalam satu paket,” ujar Arief seperti dikutip dari siaran pers Bapanas, Senin (25/8/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Arief mengingatkan pengalaman program transmigrasi era Presiden Soeharto yang membuka akses lahan produktif bagi masyarakat.
Ia mencontohkan transmigran di Papua yang mampu berkembang dari lahan awal dua hektare hingga kini memasok kebutuhan pangan lokal.
“Saya pernah menyaksikan langsung bagaimana transmigran di Timika mengembangkan pertanian lokal, dari semangka hingga sayur-mayur, yang kemudian dipasok untuk kebutuhan sekitar,” katanya.
Bidik Sumber Pangan Lokal
Arief juga pada kesempatan itu juga menekankan pentingnya mengutamakan sumber pangan lokal (local source).
Ia mengisahkan pengalamannya ketika harus mencari pemasok pangan dan mengutamakan produksi daerah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
“Local source harus diutamakan untuk penuhi kebutuhan konsumsi kita,” tegasnya.
Bapanas mendorong 2.000 civitas akademika yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Patriot melakukan riset dan pemetaan ekonomi di 154 kawasan transmigrasi.
Langkah tersebut dianggap penting agar Indonesia mampu memperkuat ketahanan pangan dari produksi dalam negeri.
“Kalau Bapak Presiden Prabowo itu selalu menyampaikan Pasal 33 UUD 1945. Jadi kalau yang menguasai hajat hidup orang banyak itu dikuasai oleh negara. Termasuk pangan strategis, negara harus sangat kuat di situ,” jelas Arief.
Meski sebagian besar kebutuhan pangan sudah terpenuhi dari produksi nasional, Arief menyebut masih ada komoditas yang bergantung pada impor, antara lain daging ruminansia, gula konsumsi, bawang putih, dan kedelai.
Namun, impor ditekankan Arief, hendaknya dalam bentuk breeder agar petani lokal tetap memperoleh tambahan penghasilan dari usaha peternakan.
Data Pertanian BPS
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2024 menunjukkan 40,72 juta orang atau 28,64 persen penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Sementara itu, analisis rasio produksi dan konsumsi NFA menunjukkan sejumlah komoditas telah surplus, seperti cabai rawit (172 persen), cabai besar (171 persen), bawang merah (115 persen), daging ayam (110 persen), jagung (106 persen), telur ayam ras (105 persen), beras (101 persen), dan minyak goreng (100 persen).
Arief menekankan pembangunan sistem pangan tidak bisa parsial, melainkan menyeluruh dari produksi hingga hilirisasi.
“Produksi pangan harus disiapkan lengkap dengan rantai pasok dan pengelolaan pascapanennya. Harus ada pula standby buyer setelah panen nanti,” ucapnya.
Diversifikasi Pangan
Selain itu, diversifikasi pangan dinilai Arief penting untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan minyak.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebut menjadi strategi pemerintah dalam memperbaiki pola konsumsi sekaligus memperluas peluang produksi pangan lokal.
Dalam forum yang sama, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman menyampaikan bahwa Tim Ekspedisi Patriot merupakan implementasi transformasi transmigrasi.
“Tim Ekspedisi Patriot bukan sekedar program. Ini adalah sebuah gerakan nasional untuk membuktikan bahwa kita, khususnya anak-anak muda, bisa menjadi garda depan perubahan,” ujarnya.
Tim tersebut beranggotakan 2.000 civitas akademika mulai mahasiswa S-1 hingga S-3, bersama 44 guru besar dari tujuh perguruan tinggi terkemuka serta beberapa universitas daerah.
Mereka ditugaskan melakukan riset dan pemetaan potensi ekonomi dalam rangka menyukseskan Asta Cita di kawasan transmigrasi.