NGADA – Warga dan muslim di Kabupaten Ngada turut menikmati daging hewan qurban seiring dengan penutupan program Qurban Dakwah Persaudaraan Dai Indonesia (Posdai) ditandai dengan pendistribusian hewan qurban ke Desa Sambinasi Barat, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Provinsi NusaTenggara Timur (NTT), Ahad (2/7/2023).
Tidak saja disebar di Sambinasi, hewan qurban ini juga hingga menyasar Kampung Bawe, Kampung Marolante, dan Kampung Mbarungkeli yang semuanya berlokasi di daerah pedalaman NTT.
Dai mengabdi yang saat ini bertugas di Kabupaten Ngada, Ustadz Muhammad Gaos, ketiga kampung tersebut amat jarang mendapatkan hewan qurban.
“Alhamdulillah, dengan program Qurban Dakwah Posdai, warga di desa Sambinasi dan beberapa kampung sekitarnya bisa menikmati daging qurban,” kata Gaos.
Ustadz Gaos menyebutkan, tak sedikit warga di pedalaman yang amat langka dalam menikmati hewan qurban. Seperti diantaranya Kampung Bawe yang penduduknya minoritas muslim, lokasinya ke arah Barat dari lokasi Pesantren Hidayatullah Ngada.
Kemudian agak dekat ke arah barat Pesantren Hidayatullah Ngaha ada kampung bernama Desa Marolante yang mayoritas muslim, tapi jarang sekali juga ada qurban di desa ini.
Kampung minoritas muslim yang lainnya adalah Kampung Mbarungkeli, letaknya berada ke arah timur dari Pesantren Hidayatullah Ngada, agak dekat dari Kecamatan Riung.
“Di Kampung Mbarugkali juga sayangnya juga tidak pernah ada qurban. Kampung ini juga kita ingin jadikan kampung binaan Posdai, karena tidak sedikit anak anak muslim di sini yang sekolahnya ke SDK,” katanya menandaskan.
Qurban Dakwah Posdai untuk di pedalaman NTT ini merupakan qurban dari Bapak Haji Kridoyono dan Bapak Adimas bin Kridoyono.
Ketua Posdai Pusat Ust. Abdul Muin Assangkabira, menyampaikan program Qurban Dakwah Posdai memiliki arti tersendiri bagi para dai yang mengabdi di pedalaman, terutama mereka yang berkiprah di daerah terpencil, terluar, kawasan minoritas, dan rentan.
“Dengan qurban ini, tidak saja menyapa dan menyampaikan hewan qurban hingga ke pedalaman yang dinikmati masyarakat pedalaman dan para muallaf, tetapi juga menjadi wasilah para dai untuk terus mengikatkan diri dalam perjuangan menyebarkan risalah Islam,” kata Muin menandaskan.