KISAH ini bermula dengan sebuah janji manis yang berakhir pahit, seperti secangkir kopi yang terlalu lama diseduh hingga gosong. Lidia Ristiawati Putri, wanita muda berusia 25 tahun, pada awalnya hanya ingin memberikan kado untuk ulang tahun putrinya yang ke-8. Sebuah niat sederhana yang seharusnya berujung bahagia. Sayangnya, kado itu kini hanya tinggal angan-angan yang terhalang oleh jeruji besi.
Di balik janji muluk-muluk itu, Lidia bersama kekasihnya, Antoni Romansyah (44), dari Sukabumi, malah memilih rute yang tak biasa. Alih-alih langsung menuju Batam untuk urusan keluarga, mereka mampir dulu ke tempat hiburan malam. Tentu, bagi mereka, siapa yang tidak ingin merayakan pergantian tahun dengan pesta meriah? Apalagi ditemani oleh satu lagi teman perjalanan, Deni (30).
Tak puas hanya dengan menenggak minuman keras, mereka memutuskan untuk menambah “semangat” perjalanan dengan sabu. Konon katanya, biar tidak mengantuk selama menyetir. Ya, karena apa gunanya tidur jika ada zat amphetamine yang bisa membuat mata terbelalak semalaman, bukan?
“Saya Lagi Nelepon Anak”
Pada pagi naas itu, Lidia mengaku sedang sibuk berbicara di telepon dengan anaknya. Mungkin ia tengah berusaha menenangkan si kecil yang menunggu kado dari sang ibu. “Tiba-tiba udah tak, kayak gitu aja,” ujarnya santai, seolah-olah tabrakan yang menewaskan satu keluarga hanyalah insiden kecil seperti menumpahkan kopi di meja.
Ketika ditanya apakah Antoni mengambil jalan orang lain, Lidia hanya mengangkat bahu. “Iya mungkin,” jawabnya dengan ketidakpastian yang mencengangkan. Sama seperti ketika ia ditanya soal kecepatan mobil yang melaju. “Bisa jadi,” katanya, seakan-akan menjadi saksi mata dari kecelakaan maut adalah pilihan opsional yang tidak terlalu penting.
Antoni, sang kekasih sekaligus sopir Calya maut itu, tak kalah menarik dalam memberikan alibi. Dalam konferensi pers di Markas Polresta Pekanbaru, ia dengan polosnya mengaku memakai sabu demi tetap terjaga. “Ya itulah, takut ngantuk, biar badan seger,” ungkapnya, seolah-olah mengkonsumsi narkoba sebelum menyetir adalah prosedur standar bagi setiap pengemudi.
Ia mengaku bahwa sabu tersebut dibeli saat mereka singgah di Palembang. Setelah puas berpesta dan tak tidur sepanjang malam, mereka melanjutkan perjalanan menuju Batam. Sayangnya, perjalanan itu terhenti di Pekanbaru dengan tragedi yang mengubah hidup banyak orang.
Nyawa Melayang, Permintaan Maaf Terucap
Kecelakaan tragis itu terjadi tepat di hari pertama tahun 2025, sekitar pukul 06.30 WIB di depan Klinik Siaga Medika 2, Pekanbaru. Satu keluarga yang tengah mengendarai sepeda motor menjadi korban. Nyawa mereka terenggut begitu saja di awal tahun baru yang seharusnya membawa harapan dan kebahagiaan.
Antoni, dalam balutan baju tahanan oranye dan borgol di tangannya, menyampaikan permintaan maaf. “Kepada pihak keluarga, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk masyarakat Pekanbaru juga saya minta maaf,” ujarnya dengan nada penuh penyesalan. Namun, apakah kata maaf cukup untuk mengembalikan nyawa yang hilang?
Kapolresta Pekanbaru, Kombes Pol Jeki Rahmat Mustika, menegaskan bahwa Antoni akan dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 dan Pasal 312 UU 22 tahun 2009 tentang lalu lintas. Ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun pun menanti pria yang awalnya hanya ingin tetap segar selama perjalanan panjang.
Sementara itu, Lidia hanya bisa menyesali keputusannya untuk ikut dalam perjalanan berbahaya tersebut. Ia yang awalnya berencana memberikan kado ulang tahun untuk anaknya, kini harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya terlibat dalam insiden tragis yang merenggut nyawa satu keluarga.
Kisah ini adalah potret suram dari keputusan-keputusan buruk yang diambil tanpa berpikir panjang. Lidia yang awalnya ingin menjadi ibu yang baik dengan memberikan kado ulang tahun, justru menjadi bagian dari tragedi yang merenggut nyawa orang lain. Antoni yang hanya ingin tetap terjaga selama perjalanan, kini harus menghadapi jeratan hukum atas perbuatannya.
Dan di tengah semua itu, ada seorang anak kecil yang menunggu ibunya pulang, mungkin masih berharap kado dan perayaan yang dijanjikan akan tetap terlaksana. Namun, kado itu tak akan pernah sampai. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan ironi dari sebuah perjalanan yang seharusnya membawa kebahagiaan, tetapi berujung pada bencana. (gts/nas)