SETIAP orangtua pasti pernah menghadapi situasi di mana anak mereka membantah. Meskipun terkadang menjengkelkan dan bisa dianggap tidak sopan, penting untuk menanggapi situasi ini dengan toleransi dan kasih sayang.
Mari kita bahas beberapa strategi komunikasi efektif yang dapat membantu orang tua merespons anak yang membantah dengan cara yang membangun dan produktif.
Setidaknya ada lima tips dalam membangun komunikasi efektif antara orangtua dengan enak agar terjalin interaksi yang lebih baik.
Pertama, menerapkan komunikasi yang penuh hormat. Ini penting, sebab membangun kebiasaan komunikasi yang baik dalam keluarga adalah hal mendasar.
Ketika anak membantah, orang tua dapat dengan tenang mengingatkan mereka untuk menyampaikan pendapat atau perasaan dengan hormat. Hal ini tidak hanya bertujuan memperbaiki perilaku anak, tetapi juga menanamkan nilai kebaikan dan perhatian terhadap orang lain.
Contoh, ketika anak mulai bicara dengan nada tinggi dan mengamuk, orangtua bisa merespon dengan penuh perhatian. Misalnya, mengatakan, “Ibu mengerti kamu kesal, tapi mari kita bicarakan dengan cara yang baik ya?”. Atau, “Ayo kita cari kata-kata yang lebih tepat untuk menyampaikan keinginanmu”.
Kedua, arahkan ulang pembicaraan dengan cara yang konstruktif. Saat anak membantah, orangtua bisa mencoba mengarahkan pembicaraan ke arah yang lebih produktif.
Usahakan untuk menghindari terjebak dalam perdebatan yang tidak perlu. Arahkan anak untuk menyampaikan pesan mereka dengan cara yang lebih santun dan solutif.
Misalnya ketika anak tetap bersikukuh hingga memberontak, ungkapkan misalnya:
“Daripada bilang ‘tidak mau’, coba katakan kenapa kamu tidak mau ya?”. Atau seperti ini:
“Mama dengar kamu keberatan. Menurut kamu, bagaimana solusinya yang baik?”.
Ketiga, gunakan waktu jeda untuk menenangkan emosi. Suasana yang penuh emosi dapat membuat komunikasi menjadi tidak efektif. Ketika situasi memanas, orangtua dapat mengajak anak untuk beristirahat sejenak.
Ajakan seperti ini mengajarkan anak pentingnya mengendalikan emosi (self-regulation) dan kecerdasan emosional (emotional intelligence). Jeda ini memungkinkan kedua belah pihak untuk menenangkan diri dan melanjutkan pembicaraan dengan cara yang lebih tenang dan penuh hormat.
Misalnya kita berkata pada anak: “Sepertinya kita berdua sedang sama-sama emosi. Bagaimana kalau kita lanjutkan pembicaraan ini nanti setelah kita sama-sama tenang?”. Atau berkata begini, “Ayo ambil napas dalam-dalam dulu yuk. Setelah itu kita bisa bicarakan baik-baik.”
Keempat, fokuslah untuk memahami perasaan anak. Kadang-kadang, anak membantah karena mereka sedang kesal atau memiliki kekhawatiran yang belum tersampaikan.
Daripada langsung memarahi, orangtua bisa mengambil kesempatan ini untuk berempati dan memahami perspektif anak. Tunjukkan ketertarikan yang tulus terhadap perasaan mereka untuk membangun rasa percaya dan keterbukaan dalam hubungan orang tua-anak.
Dalam kondisi seperti ini, ayah bunda bisa menyampaikan kalimat seperti ini ke anak: “Sepertinya ada sesuatu yang membuat kamu kesal ya? ceritakan ke Ummi, dong”. Atau seperti ini: “Bunda penasaran kenapa kamu menolak permintaan ini. Bolehkah kamu jelaskan alasannya?”
Kelima, validasi dan dengarkan pendapat anak. Anak yang merasa didengar akan lebih kooperatif. Akui dan hargai perasaan mereka.
Dengarkan dengan saksama apa yang mereka ingin sampaikan. Ini akan membuat mereka merasa dihargai dan dihormati.
Dengan demikian, orangtua dapat membangun komunikasi yang lebih sehat dan membekali anak dengan kemampuan untuk menyelesaikan konflik secara lebih efektif.
Contoh kalimat yang dapat diutarakan ketika situasi ini terjadi pada ayah bunda, “Wah, ternyata kamu merasa tidak adil ya? Coba ceritakan kenapa kamu merasa seperti itu”. Atau, dengan kalimat seperti ini: “Ayah mengerti kamu sedang ingin bermain. Tapi ada tanggung jawab yang perlu diselesaikan terlebih dahulu”.
Nah, itulah lima kiat yang bisa ayah bunda terapkan dalam berkomunikasi efektif dengan anak ketika menghadapi situasi tertentu.
Dengan menerapkan strategi strategi komunikasi yang efektif ini, orangtua dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan anak-anak mereka.
Ingatlah, komunikasi yang terbuka dan penuh hormat adalah kunci untuk membesarkan anak yang mandiri, percaya diri, dan mampu mengungkapkan pendapat mereka dengan tepat.*/Radhwa Aisyah