Dalam sebuah opini yang terbit di Kompas, Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Republik Indonesia, menyoroti peran penting hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menjaga keadilan dan demokrasi.
Megawati menegaskan bahwa ketukan palu hakim MK tidak sekadar menentukan sebuah keputusan hukum, tetapi juga menjadi simbol bagi arah demokrasi dan keadilan di negara ini.
Menurut Megawati, ketika seorang hakim MK mengeluarkan keputusan, itu bukan hanya soal mengikuti prosedur hukum, tetapi juga menentukan arah moral dan keberpihakan pada nilai-nilai keadilan.
Ketika hakim MK memberikan putusan, itu seharusnya mencerminkan kedalaman pemahaman akan prinsip-prinsip moral dan keadilan yang mendasari sistem hukum dan demokrasi kita.
Dalam konteks pendidikan moral, peran seorang hakim MK tidak bisa dipandang remeh. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga integritas hukum dan moralitas sosial.
Sikap kenegarawanan yang mereka miliki menjadi pondasi utama dalam menjalankan tugasnya. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan moral bukan hanya menjadi tugas individu, tetapi juga menjadi tanggung jawab kolektif bagi seluruh lembaga negara.
Pentingnya pendidikan moral bagi seorang hakim MK juga tercermin dalam keputusan-keputusan yang mereka buat. Keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam akan nilai-nilai moral dan keadilan akan menjadi landasan yang kuat bagi kemajuan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, setiap ketukan palu hakim MK haruslah menjadi pertanda bagi seluruh masyarakat tentang arah demokrasi dan keadilan di negara ini.
Apakah itu akan menjadi pertanda kegelapan ataukah fajar yang terang benderang.
Sikap kenegarawanan yang dimiliki oleh seorang hakim MK adalah kunci dalam menjawab pertanyaan tersebut. Semoga setiap keputusan yang mereka buat terutama dalam putusan gugatan Pilpres 2024 dapat mengilhami masyarakat untuk terus berjuang demi terciptanya sebuah negara yang adil dan beradab.
Megawati juga menegaskan, “Keputusan hakim Mahkamah Konstitusi akan menjadi indikator terpenting, apakah demokrasi yang berkedaulatan rakyat tetap eksis atau justru perlombaan penyalahgunaan kekuasaan akan menjadi model kecurangan dan bisa direplikasi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak hingga pemilihan umum yang akan datang.”
Akankah pikiran luhur Megawati benar-benar didengar oleh nurani para hakim MK? Ini yang sedang rakyat Indonesia nantikan.*/Redaksi