SEMUA telah memahami bahwa dalam dunia pendidikan manusia adalah sebagai pemeran utamanya, baik sebagai subjek sekaligus objek.
Keilmuan sebagai medianya, memanusiakan manusia sebagai tujuannya, demikianlah maksud mendalam dari proses pendidikan hingga output yang dihasilkan.
Dan, pendidikan memiliki peranan untuk menjawab berbagai persoalan yang sifatnya kekinian maupun antisipasi di masa yang akan datang untuk menyiapkan manusia yang siap berkompetisi menghadapi tantangan masa depan (future talents).
Tentu sumber daya manusia kedepan setidaknya harus dibekali dengan 3 skil utama yaitu kemampuan berkolaborasi (softskill), keterampilan bekerja dan menyelesaikan masalah (hard skill), dan, ini yang paling penting, yaitu memiliki kecakapan sosial dan berintegritas (attitude).
Terlebih di tengah perubahan dunia dan distrupsi teknologi dengan sangat cepat yang memaksa untuk terus berinovasi (future skill) serta meningkatkan talenta-talenta muda sebagai agen perubahan (agent of chance).
Hal ini sejalan dengan harapan Presiden Jokowi Dodo saat meresmikan pembukaan Vokasifest dan Festival Kampus Merdeka ke-3 di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Jokowi berharap agar proses Pendidikan sekolah kita sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Dimana para lulusan kita diharapkan mampu memecahkan masalah serta memanfaatkasn setiap peluang (opportunity) yang ada.
Sebagaimana yang kita pahami bahwa bangsa Indonesia pada periode 2005-2035 dikarunia populasi usia produktif yang luar biasa besar dan itu belum pernah dialami selama Indonesia Merdeka.
Harapannya, kata Jokowi, populasi usia yang besar tersebut bisa menjadi bonus demografi (demographic dividend) atau populasi usia produktif.
Dari komposisi usia produktif, pada tahun 2030, sebanyak 70 persen penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun. Kelompok usia produktif inilah yang jumlahnya diperkirakan 180 juta jiwa yang akan menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia.
Sumber Daya Manusia
Pada titik ini, dapat ditarik konklusi bahwa tantangan mendasar bangsa kita untuk menuju kejayaan Indonesia Emas pada tahun 2045 adalah masalah sumber daya manusia (SDM). Karena itu, bonus demografi sebagaimana disinggung di awal adalah salah satu wacana kebangsaan yang tak mungkin dikesampingkan.
Ditengah obsesi besar menuju era keemasan kita, perlu sekaligus menilik berbagai persoalan yang dihadapai bangsa Indonesia, termasuk masalah bonus demografi, sebagaimana sering menjadi perhatian pemerintah.
Alih-alih menjadi berkah, jika tak cermat mengantisipasi, bonus demografi malah terancam menjadi malapetaka karena tingginya persentase penderita stunting di Indonesia. Padahal balita saat inilah yang kelak menjadi tenaga produktif tersebut.
Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, yang dapat memengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif mereka.
Selain pemerintah, dalam hal ini peran lembaga zakat harus terus dikuatkan karena memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah stunting di Indonesia.
Zakat, sebagai salah satu pilar utama dalam ajaran Islam, dapat memberikan kontribusi signifikan untuk mengatasi tantangan kesehatan ini.
Pertama-tama, zakat dapat digunakan untuk menyediakan bantuan kesehatan dan gizi kepada keluarga yang membutuhkan.
Dalam hal ini kita bisa menyebut misalnya Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH) yang sejak beberapa tahun terakhir menggulirkan program pengentasan masalah gizi anak negeri berupa Mobil Gizi Indonesia (Moginesia).
Dengan gerakan Moginesia, dana zakat dapat dialokasikan untuk memberikan makanan bergizi, suplemen gizi, dan pelayanan kesehatan dasar kepada anak-anak yang berisiko stunting.
Zakat juga dapat digunakan untuk mendukung program-program pendidikan yang berfokus pada penyuluhan gizi kepada masyarakat.
Pendidikan ini memilik peran signifikan, sebab, pengetahuan tentang pentingnya gizi yang baik dapat membantu orang tua dan keluarga dalam merawat anak-anak mereka dengan lebih baik.
Dengan memberikan pemahaman yang tepat tentang gizi sejak dini, zakat dapat menjadi instrumen pencegahan stunting, disamping zakat juga dapat mendukung pembangunan infrastruktur kesehatan di wilayah-wilayah yang rentan terhadap stunting.
Bahkan, lebih dari itu, zakat pun dapat berperan dalam peningkatan akses terhadap fasilitas kesehatan, terutama di daerah pedesaan guna meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang diperlukan.
Dengan demikian, zakat bukan hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga merupakan instrumen yang efektif dalam mendukung upaya pemerintah dan organisasi kesehatan untuk mengatasi stunting di Indonesia.
Melalui pengelolaan yang bijak dan transparan, zakat dapat menjadi kekuatan yang memajukan kesejahteraan anak-anak Indonesia dan membantu menciptakan generasi yang lebih sehat dan tangguh di masa depan.
Dengan zakat, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi langsung pada pembangunan Indonesia yang sehat dan berdaya. Mari jadikan zakat sebagai instrumen positif yang membawa berkah kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dengan semangat gotong royong dan kepedulian, kita dapat bersama-sama menciptakan Indonesia Emas 2045 yang sejahtera dan sehat. Selamat berkontribusi untuk kesehatan bangsa, karena melalui zakat, kita membangun masa depan yang gemilang untuk Indonesia tercinta.
*) Adam Sukiman, penulis edukator masyarakat muda Jakarta dan asisten peneliti Progressive Studies & Empowerment Center (prospect)