Pola Hidup Digital dan Risiko Pembusukan Otak pada Generasi Muda

NN Newsroom

Kamis, 7 Agustus 2025

Ilustrasi otak manusia (Foto: Hasman Dwipangga/ Nasional.news)

Oleh Zaskia Afifa Ramadhani*

SIAPA sangka, organ sepenting otak ternyata bisa mengalami pembusukan. Hal ini bukan terjadi begitu saja, melainkan karena ulah manusia sendiri yang tidak menerapkan pola hidup sehat dan tidak bijak dalam menggunakan smartphone.

Istilah brain rot semakin sering terdengar di kalangan remaja. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi penurunan mental atau intelektual akibat konsumsi konten online yang berlebihan dan tidak menantang.

Bahkan, Oxford University Press memilih istilah ini sebagai “Kata Tahun 2024” karena dianggap mewakili kekhawatiran yang semakin meningkat tentang dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental.

Ketika mendengar kata brain rot, apa yang langsung terlintas di pikiran kita? Mungkin sebagian dari kita membayangkan otak yang secara harfiah membusuk.

Namun, ternyata, makna sebenarnya jauh lebih dalam. Menurut para pakar di Oxford, brain rot adalah penurunan kondisi mental akibat terlalu banyak mengonsumsi materi online yang dianggap sepele dan tidak menantang otak sama sekali.

Di tahun 2025 ini, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan tidak hanya penyebabnya, tetapi juga dampaknya. Konten yang kualitasnya rendah dan bernilai rendah banyak beredar di media sosial, dan konsumsi berlebihan terhadap konten semacam ini dipercaya memberikan dampak negatif bagi individu maupun masyarakat secara luas.

Menariknya, istilah brain rot kini juga digunakan secara spesifik dalam dunia daring, kadang-kadang dengan nada humoris atau merendahkan diri sendiri.

Salah satu contohnya adalah konten viral seperti serial Skibidi Toilet karya Alexey Gerasimov. Konten seperti ini memunculkan istilah baru yang disebut sebagai bahasa pembusuk otak.

Ya, ini bukan sekadar lelucon. Tanpa kita sadari, fenomena brain rot benar-benar membawa dampak serius terhadap akal dan pikiran remaja.

Fenomena ini memunculkan berbagai gejala, seperti penurunan kemampuan berpikir kritis, mudah bosan, kehilangan minat terhadap aktivitas yang dulu disukai, hingga ketergantungan terhadap konten yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Bahkan, gejala lain seperti depresi, gangguan tidur, dan kesulitan berkonsentrasi pun bisa muncul.

Kalau kita telusuri lebih dalam, semua ini sebenarnya bersumber dari gaya hidup remaja zaman sekarang yang tidak bijak dalam memanfaatkan smartphone, internet, dan media sosial, terutama platform seperti TikTok yang sangat digemari oleh Gen Z dan Gen Alpha.

Penyebab Brain Rot

Apa sebenarnya penyebab brain rot itu? Salah satu penyebab utama tentu saja adalah penggunaan media sosial secara berlebihan.

Remaja yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial akan terus-menerus terpapar konten yang justru memicu perasaan minder dan perbandingan sosial yang negatif.

Selain itu, budaya menonton video pendek secara terus-menerus juga turut menyumbang peran besar. Aktivitas scrolling berjam-jam di TikTok, Instagram, dan sejenisnya ternyata menyajikan konten yang menarik perhatian secara instan, namun sayangnya miskin edukasi.

Faktor lainnya adalah kurangnya aktivitas fisik dan interaksi sosial. Di era digital ini, gaya hidup “kaum rebahan” justru semakin meningkat.

Kebanyakan remaja menjadi candu gadget dan lupa pentingnya bergerak serta bersosialisasi secara langsung. Dan jangan lupakan soal kualitas tidur.

Begadang karena menonton, bermain game, atau melakukan aktivitas lain yang tidak bermanfaat juga menjadi masalah besar yang memengaruhi kesehatan otak dan mental.

Dampak yang Merugikan

Dampaknya? Tentu saja, sangat merugikan. Harusnya masa remaja adalah waktu emas untuk mengukir masa depan yang gemilang. Tapi malah otaknya “membusuk” karena kebiasaan buruk yang dijadikan rutinitas. Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Mencegah brain rot bukan hal mustahil.

Dibutuhkan kesadaran dan perubahan gaya hidup yang sehat. Mulai dari membatasi waktu layar setiap hari, memilih konten yang berkualitas, berisi edukasi dan motivasi, serta memperkuat konten yang berwawasan Islami dan mendorong pola pikir kritis.

Jangan lupa untuk tetap aktif secara fisik, berolahraga, dan menjaga interaksi sosial dengan orang sekitar. Jaga juga kualitas tidur, hindari begadang karena hal yang tidak penting, dan jauhkan perangkat elektronik menjelang waktu tidur.

Dari berbagai penjelasan yang saya pelajari, bisa disimpulkan bahwa brain rot bukan istilah medis yang diakui oleh WHO, melainkan istilah nonformal yang menggambarkan penurunan kemampuan mental seseorang akibat konsumsi gadget dan konten online yang berlebihan.

Meskipun bukan istilah resmi, dampaknya nyata dan merusak fungsi otak, terutama di kalangan remaja.

Dari sini kita belajar untuk menggunakan smartphone dengan profesional, bijak memilih konten, dan menghindari hal-hal yang sia-sia.

Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1–3)

Ayat ini menjadi pengingat kuat betapa pentingnya waktu dan bagaimana kita menggunakannya. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari hanya karena tidak mampu mengendalikan diri dalam dunia digital.

*) Zaskia Afifa Ramadhani, penulis adalah siswi Kelas IX B Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Mimbar Pelajar adalah kanal khusus di nasional.news sebagai ruang publikasi gagasan untuk pelajar Indonesia tingkat SD hingga SMA/MA. Kami pelajar dan mau berbagi pendapat dan gagasan mengenai isu terkini? kirimkan naskah kamu ke nasionalnewsroom@gmail.com

TERKAIT LAINNYA

Exit mobile version