Menyala Pidato Gustavo Petro di PBB Undang Negara Dunia Bebaskan Palestina

NN Newsroom

Jumat, 26 September 2025

Keras Pidato Gustavo Francisco di PBB Undang Negara Dunia Bebaskan Palestina (Foto: Dok. IG Gustavo Petro handle @gustavopetrourrego)

NASIONAL.NEWS — Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-80, Presiden Kolombia Gustavo Francisco Petro Urrego menempatkan satu klaim sentral yang mengundang perhatian global dimana ia menyebut yang terjadi di Gaza sebagai “genosida” dan secara eksplisit menyerukan bangsa-bangsa serta rakyat untuk “bergabung dengan pasukan dan senjata” demi membebaskan Palestina.

Pernyataan itu, yang dikutip dari klip pidato singkat di akun Instagram resmi dan rekaman sidang, menjadi pokok yang menggenjot viralitas dan debat internasional.

Dalam versi yang beredar di media sosial, Petro membuka dengan konstatasi keras tentang peran forum internasional. “Tempat ini adalah saksi bisu dan kaki tangan genosida di dunia saat ini,” ujarnya, menegaskan bahwa diplomasi tradisional kini “telah mengakhiri perannya” dalam kasus Gaza.

Ia menyebut tokoh-tokoh dan kekuatan internasional yang dianggapnya bertanggung jawab, dan menegaskan bahwa langkah selanjutnya harus diambil melalui Majelis Umum dan mekanisme “Persatuan untuk Perdamaian.”

Dengan Pasukan dan Senjata

Lebih jauh dalam cuplikan berdurasi singkat yang beredar, Petro merinci ajakannya. “Genosida harus dihentikan … saya mengundang bangsa-bangsa di dunia dan rakyatnya, terutama sebagai bagian dari kemanusiaan, untuk bergabung dengan pasukan dan senjata. Kita harus membebaskan Palestina,” tegasnya.

Pidato penuh, yang berdurasi sekitar 41 menit, menempatkan seruan bersenjata itu dalam rangka narasi yang lebih luas yaitu kritik terhadap apa yang disebut Petro sebagai kegagalan institusi internasional, konstelasi geopolitik yang memicu ketidakadilan, dan hubungan antara perang serta krisis iklim.

“Waktunya untuk kebebasan atau kematian,” ia tutup dalam cuplikan yang ramai dibagikan, sebuah frasa yang menutup pidatonya dengan nada dramatis yang kemudian menjadi bahan perbincangan.

Reaksi internasional terhadap seruan tersebut beragam. Beberapa outlet progresif dan jaringan aktivis menyambutnya sebagai seruan moral mendesak untuk menghentikan “genosida”.

Media lain memfokuskan pada implikasi hukum dan diplomatik seruan membentuk kekuatan bersenjata lintas-negara melalui Majelis Umum.

Di PBB, gagasan menggunakan mekanisme Majelis untuk melewati veto Dewan Keamanan yang disebut “United for Peace” atau Persatuan untuk Perdamaian, muncul sebagai konteks hukum yang disebut Petro dalam pidatonya.

Pidato Petro, yang kini tersebar luas di Instagram dan tersebar luas melalui berita, menjadi titik temu antara bahasa retorika politik, ketegangan geopolitik, dan dinamika opini publik global.

Apa yang disampaikan Petro memaksa pengamat internasional, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil untuk menimbang ulang batas antara seruan moral, tindakan kolektif, dan konsekuensi praktis dari ajakan bersenjata dalam kerangka hukum internasional.

Cuplikan Pidato Gustavo Petro

Berikut isi cuplikan Pidato Presiden Kolombia Gustavo Francisco Petro Urrego dari seluruh pidato yang berdurasi 41 menit yang dikutip dari instragramnya dengan handle @gustavopetrourrego pada Rabu (24/9/2025):

Ini pidato terakhir saya sebagai presiden di sini, sudah yang keempat. Hari ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadapi krisis dan perlunya transformasi. Negara-negara dan bangsa-bangsa yang tak lagi memiliki kekuatan berkumpul di sini.

Seberapa pun mereka memilih, mereka diabaikan. Mereka menjadi kaki tangan genosida. Tempat ini adalah saksi bisu dan kaki tangan genosida di dunia saat ini.

Trump tidak berbicara tentang demokrasi, ia tidak berbicara tentang krisis iklim, ia tidak berbicara tentang kehidupan, ia hanya mengancam dan membunuh serta membiarkan puluhan ribu orang terbunuh.

Tidak ada ras yang unggul, Tuan-tuan. Tidak ada umat pilihan Tuhan. Bukan Amerika Serikat atau Israel. Fundamentalis sayap kanan yang bodoh berpikir demikian. Umat pilihan Tuhan adalah seluruh umat manusia.

Kita harus berubah sekarang. Pertama-tama kita harus menghentikan genosida Gaza. Umat manusia tidak boleh membiarkan genosida terjadi lagi, atau genosida Netanyahu atau sekutunya di Amerika Serikat dan Eropa, membiarkan mereka bebas.

Diplomasi telah mengakhiri perannya, Tuan-tuan, dalam kasus Gaza. Ia tidak mampu menyelesaikannya. Genosida harus dihentikan dengan apa yang mengikuti diplomasi, dengan suara Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan bukan dengan suara Dewan Keamanan, melainkan dengan Persatuan untuk Perdamaian Palestina, yang membentuk kekuatan bersenjata untuk membela kehidupan rakyat Palestina.

Itulah sebabnya saya mengundang bangsa-bangsa di dunia dan rakyatnya, terutama sebagai bagian dari kemanusiaan, untuk bergabung dengan pasukan dan senjata.

Kita harus membebaskan Palestina. Karena mereka tidak hanya akan mengebom Gaza, seperti yang telah mereka lakukan di Karibia, tetapi juga kemanusiaan, yang menyerukan kebebasan. Karena dari Washington dan NATO mereka membunuh demokrasi dan melahirkan kembali tirani dan totalitarianisme di tingkat global.

Setelah menyelamatkan Gaza, kita akan beralih ke rencana untuk mendekarbonisasi ekonomi planet ini. Waktunya untuk kebebasan atau kematian. Dan itu nyata, kematian dalam rudal, tetapi kebebasan juga nyata dalam hati manusia dan kapasitasnya untuk bersatu, memberontak, dan hidup.

Terima kasih banyak.

TERKAIT LAINNYA

Exit mobile version