Jakarta, 13 Februari 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengambil alih fungsi pengawasan dan pengaturan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 10 Januari 2025. Peralihan ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024 yang mengatur alih tugas pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto dan derivatif keuangan, kepada OJK dan Bank Indonesia (BI).
Baca juga: OJK Rancang Regulasi Listing Aset Kripto, Targetkan Rampung 2025
Pergeseran ini juga sejalan dengan mandat Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang bertujuan memperkuat integrasi dan stabilitas sektor keuangan nasional.
Kripto: Dari Komoditas ke Instrumen Keuangan
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (14/1/2025), Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menegaskan bahwa pengalihan ini membawa perubahan fundamental bagi industri kripto.
“Sebelumnya, aset kripto dikategorikan sebagai komoditas di bawah Bappebti. Namun, kini statusnya telah berubah menjadi instrumen keuangan,” ujar Hasan.
Perubahan klasifikasi ini berdampak pada pendekatan regulasi dan pengawasan. Jika sebelumnya Bappebti fokus pada perdagangan di pasar berjangka, OJK akan mengambil langkah yang lebih holistik. Fokusnya mencakup pengembangan produk dan layanan, tata kelola, pengawasan risiko sistemik, serta integrasi dengan sektor keuangan lainnya.
Integrasi dan Perlindungan Konsumen
Dengan beralihnya pengawasan ke OJK, regulasi aset kripto diharapkan dapat lebih terintegrasi dengan sistem pengawasan sektor keuangan yang lebih luas, seperti perbankan dan pasar modal. Selain itu, OJK juga akan mendorong perlindungan konsumen yang lebih komprehensif.
“Peralihan ini bertujuan menciptakan ekosistem aset kripto yang aman, terintegrasi, dan tumbuh secara berkelanjutan,” jelas Hasan.
Tantangan Pengawasan di Era Kripto
Meski membawa angin segar bagi industri, pengawasan aset kripto oleh OJK tidak lepas dari tantangan. Hasan menyoroti karakteristik kripto yang dinamis dan cepat berubah, serta risiko keamanan siber yang mengintai.
“Infrastruktur kripto yang relatif baru membutuhkan pengawasan real-time yang efektif. Selain itu, ancaman keamanan siber menjadi tantangan utama yang harus diatasi,” ungkapnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, OJK telah mempersiapkan berbagai inisiatif, termasuk penerbitan Peraturan OJK (POJK) No. 27 Tahun 2024 dan SEOJK No. 20 Tahun 2024 yang dirancang untuk menciptakan kerangka hukum yang fleksibel.
OJK juga mengembangkan aplikasi SPRINT, sistem pelaporan e-reporting, dan pendekatan pengawasan berbasis risiko. Selain itu, regulator ini berencana mengadopsi teknologi mutakhir untuk memantau aktivitas kripto secara real-time.
Edukasi dan Koordinasi Antar-Lembaga
Hasan menekankan pentingnya edukasi dan perlindungan konsumen dalam menghadapi dinamika industri kripto. “Kami akan terus mengedepankan program edukasi agar publik memahami risiko dan manfaat aset kripto sebelum terlibat aktif,” katanya.
OJK juga akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencegah tindakan pelanggaran dan kejahatan yang memanfaatkan aset kripto.
Dengan langkah-langkah strategis ini, OJK berkomitmen untuk menciptakan ekosistem aset kripto yang transparan, aman, dan berkelanjutan, sekaligus mendorong inovasi di sektor keuangan digital Indonesia.
Sumber: Konferensi Pers OJK, 14 Januari 2025