Jakarta, 13 Februari 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang regulasi terkait mekanisme penawaran atau listing aset kripto di Indonesia. Regulasi ini ditargetkan selesai pada 2025 guna menciptakan ekosistem aset digital yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) pada Selasa (11/2/2025), Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengungkapkan bahwa regulasi mengenai Initial Coin Offering (ICO) telah masuk dalam Program Legislasi (Proleg) OJK 2025. Regulasi ini akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan OJK (POJK).
“OJK akan merumuskan POJK yang terkait dengan penawaran aset uang digital termasuk aset kripto,” jelas Hasan.
Pembahasan aturan listing aset kripto saat ini masih berada dalam tahap awal, dengan target penyelesaian pada kuartal III atau IV 2025. Dalam proses perumusannya, OJK akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di industri kripto serta melakukan studi perbandingan dengan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) guna memastikan keselarasan dengan standar global dan regional.
Penguatan Regulasi Kripto
Penguatan regulasi kripto di Indonesia sejalan dengan peralihan pengawasan dan pengaturan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK. Pengalihan ini merupakan mandat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024.
Sebagai langkah awal, OJK telah menerbitkan POJK 27 Tahun 2024 dan SEOJK 20 Tahun 2024 yang mengadopsi regulasi Bappebti dengan berbagai penyempurnaan untuk memperkuat industri aset kripto di Indonesia.
Mekanisme Listing Aset Kripto
Mengacu pada Pasal 8 POJK Nomor 27 Tahun 2024, terdapat empat kriteria utama dalam proses listing aset kripto di Indonesia:
- Penggunaan Distributed Ledger Technology (DLT).
- Utilitas yang jelas atau dukungan aset yang memberikan manfaat ekonomi bagi pengguna.
- Token kripto dapat ditelusuri dengan transparan tanpa fitur penyembunyian data kepemilikan atau transaksi.
- Penilaian dengan metodologi yang ditetapkan oleh bursa kripto, PT Central Finansial X (CFX).
“Tentu dalam hal ini melibatkan juga masukan dari para pedagang sebagai bagian dari ekosistem aset kripto,” tambah Hasan.
Tujuan Regulasi
Salah satu tujuan utama regulasi ini adalah memfasilitasi pedagang aset kripto dalam negeri agar dapat melakukan listing di Indonesia tanpa harus mencari exchange luar negeri. Untuk aset kripto internasional yang ingin diperdagangkan di Indonesia, OJK mensyaratkan pengajuan permohonan melalui bursa kripto Indonesia dengan pertimbangan likuiditas, transparansi, dan aspek keamanan aset.
Saat ini, OJK mencatat sekitar 1.396 token kripto yang telah masuk whitelist dan dapat diperdagangkan secara legal di Indonesia. Sebelumnya, Bappebti juga telah merilis daftar 851 aset kripto yang resmi diperdagangkan, termasuk Bitcoin, Ethereum, Solana, XRP, USDT, hingga meme coin seperti Dogecoin dan Pepe.
Pertumbuhan Industri Kripto
Industri aset kripto di Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat. Berdasarkan data OJK per Desember 2024, jumlah pelanggan aset kripto mencapai 22,91 juta, meningkat dari 22,11 juta pada November 2024. Nilai transaksi aset kripto pada 2024 mencapai Rp650,61 triliun, melonjak 335,91% dibandingkan tahun 2023 yang hanya Rp149,25 triliun.
Hasan menekankan bahwa regulasi ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem aset kripto yang lebih transparan dan terpercaya, termasuk mendorong tokenisasi aset dunia nyata (Real World Asset/RWA) serta proyek dunia nyata (Real World Project/RWP).
“Dengan terbitnya pengaturan ini, kami berharap dapat mengundang minat para inovator di industri aset keuangan digital termasuk aset kripto untuk memunculkan jenis-jenis aset keuangan digital yang semakin memiliki manfaat dan nilai yang baik, serta berdampak pada peningkatan aktivitas perekonomian nasional,” pungkas Hasan.