Oleh Refra Elthnimbary
Tentu manusiawi kalau terbesit di dalam diri kita rasa mengeluh, gelisah, ataupun gundah gulana, terhadap segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi, atas apa yang diharapkan oleh hati kita. Wajar rasanya, hal seperti itu terjadi.
Menjadi tidak wajar, perasaan mengeluh itu mempengaruhi diri kita. Sehingga, segala aktivitas yang kita lakukan sebagai seorang pemuda tidak produktif. Apatahlagi, perasaan mengeluh tersebut, sampai menjadi karakter di dalam diri kita.
Di dalam Islam, banyak contoh sejarah yang dapat kita jadikan pelajaran, bahwa pemuda Islam banyak begitu bersemangat dan memiliki kegigihan dalam menjalani aktivitas kesehariannya, ini adalah sikap yang terbalik dari rasa keluh kesah, yang sering muncul dalam diri kita tanpa disadari di era ini.
Masa Muda Rasulullah?
Rasulullah SAW dan Para Sahabatnya, adalah contoh terbaik bagi kita sebagai Pemuda Islam. Di usia 25 tahun, selain sebagai pengembala Kambing, Nabi SAW juga berprofesi sebagai Pedagang. Ia menjajakan dagangan Siti Khadijah sampai ke Negeri Syam.
Profesi Beliau sebagai seorang Pengembala dan Pedagang diusia muda, tidak segampang yang kita bayangkan. Kondisi medan ketika ke Negeri Syam tidak menggunakan jalan TOL kala itu.
Tetapi beliau begitu gigih, bersemangat, dalam pekerjaannya. Bahkan tak ada perasaan mengeluh, walau harus menjajakan dagangan ratusan kilometer ke negeri Syam.
Rasulullah juga memiliki kapabilitas marketing yang profesional. Ia juga begitu mendalami profesinya sebagai seorang Pedagang, sehingga dagangannya laris manis, dan mendapatkan untung yang besar.
Rasulullah di masa mudanya, begitu menjiwai apa yang dikerjakannya. Sehingga, karakter kerja keras, kerja tuntas yang dilakukan oleh beliau menjadi habit, karakter di dalam diri Beliau saat usia muda.
Rekam Jejak Pemuda Islam
Kita juga bisa mengambil contoh dari sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib radiallahuanhu, di masa mudanya ia dedikasikan betul untuk memperjuangkan dakwah islam.
Salah satu kisahnya yang kita ingat betul, ketika Ia menyamar menjadi Baginda Rasulullah SAW, demi menyelamatkan Rasullah dari incaran kaum kafir Quraisy yang hendak mencelakai Beliau.
Tidak hanya Ali bin Abi Thalib. Masih banyak sahabat Nabi yang di usia muda mereka, mendedikasikan diri dengan kegigihan serta semangat kerjanya yang tinggi, untuk agama dan perjuangan dakwah islam.
Sebut saja, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ustman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, bahkan Zubair bin Awwam yang kala itu masih berumur 13 tahun. Tetapi semuanya dalam usia muda, yang produktif progresif!
Napoleon Hill
Seorang penulis Amerika Serikat beraliran pemikiran baru, ia menjadi salah satu produser genre sastra kesuksesan pribadi modern pertama. Ia dianggap luas sebagai salah satu penulis buku bertopik kesuksesan terhebat. Ia menulis salah satu buku yang paling terkenal hingga sekarang, Think and Grow Rich (1937) dan menjadi buku terlaris sepanjang masa.
Ketika Hill meninggal di tahun 1970, Think and Grow Rich telah terjual sebanyak 20 juta kopi. Karya-karya Hill mempelajari kekuatan keyakinan pribadi dan peran yang dimainkannya dalam kesuksesan pribadi.
Napoleon Hill ini bukan seorang Pemuda Islam. Tetapi salah satu quotesnya yang sempat saya baca dilaman medsos seorang teman, menyentakkan pikiran.
Ia mengatakan, bahwa; “Seseorang yang mengerjakan lebih dari apa yang dibayar pada suatu saat akan dibayar lebih dari apa yang ia kerjakan.” Kata-kata ini sangat luar biasa kalau kita renungkan dengan seksama.
Bahwa begitulah konsekuensi logis dari sebuah keseriusan dan kegigihan, dalam hal apapun. Dalam hal bekerja misalnya, ketika kita bekerja lebih dari target, maka akan dibayar lebih. Apatah lagi ketika kerja yang kita lakukan adalah untuk perjuangan dakwah islam, tentu Allah SWT akan membayar dengan bayaran yang tak bisa kita ukur dengan materi dunia saja.
Kalimat Hill juga mengingatkan kita, terhadap konsep dasar di dalam Al-Qur’an. Bahwa Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum tersebut sendiri yang mau merubahnya.
Itu artinya, apa yang kita lakukan akan mendapatkan hal yang setimpal, sesuai dengan yang kita kerjakan. Kalau kerja kita dipenuhi keluh kesah, maka yang kita dapatkan hanya keluh kesah, serta perasaan yang dapat membuat tembok bagi diri untuk tidak bekerja secara produktif, dan mendapatkan hasil yang baik. Sekali Lagi, Napoleon Hill bukan seorang Pemuda Islam.
Lalu Bagaimana Dengan Kita?
Pertanyaan ini, kembali kepada pribadi kita. harus betul direnungkan dengan perasaan yang benar, serta mengesampingkan ego pikiran kita yang terkadang tertutup untuk mendengar nasehat kebaikan.
Sebagai seorang Pemuda Islam. Kekuatan fisik, psikis, bahkan waktu yang kita miliki harus digunakan sebaik mungkin untuk menghancurkan sekat atau tembok keluh kesah itu.
Perasaan galau karena hal-hal kecil berbau materi, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan yang menumpuk, dan lain sebagainya. Harus benar-benar dihapus di dalam diri. Sehingga tidak menghambat produktivitas kita di dalam bekerja dan mengaburkan niat kerja itu sendiri sebagai suatu ibadah.
Mari sejenak lebih dalam lagi berpikir, apakah selemah itu hati kita sebagai seorang pemuda muslim? Sehingga segala hal yang sebetulnya anugerah untuk produktivitas kita, kita anggap sebagai sebuah masalah, mari berbenah diri!.*)
)Refra Elthnimbary, adalah seorang penulis lepas yang melepas diri didalam tulisan-tulisannya.