NASIONAL.NEWS — Inflasi yang terjadi di Sulawesi Barat (Sulbar) membawa dimensi baru dalam dinamika perekonomian daerah. Meski angka inflasi tercatat meningkat, Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, menegaskan bahwa kondisi ini tidak sepenuhnya negatif.
Menurutnya, kenaikan inflasi ini bukan semata-mata hal negatif, melainkan juga mencerminkan geraknya roda perekonomian dan meningkatnya daya beli masyarakat.
Keterangan tersebut menjadi penting mengingat selama ini Sulbar dikenal sebagai wilayah dengan tingkat inflasi rendah. Namun, perkembangan terkini menunjukkan adanya perubahan signifikan yang menandai pergeseran tren ekonomi daerah.
Inflasi Sulbar pada Angka 3,5 Persen
Data mencatat, inflasi Sulbar saat ini berada pada angka 3,5 persen, menempatkan provinsi ini dalam daftar sepuluh daerah dengan inflasi tertinggi secara nasional.
“Baru kali ini Sulawesi Barat itu berada pada daerah yang cukup tinggi inflasinya, di angka 3,5 persen. Jadi, 10 daerah tertinggi inflasinya ada kita, yang selalu Sulbar itu terendah,” ungkap Suhardi, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov, Selasa (2/9/2025).
Ia menambahkan, peningkatan inflasi tidak bisa dilepaskan dari dinamika konsumsi masyarakat. Pertumbuhan daya beli menjadi salah satu faktor yang turut memicu lonjakan harga pada beberapa komoditas.
“Kenapa demikian, karena memang mulai bergerak ekonomi, daya beli mulai naik. kemudian barang ada beberapa yang memicu (inflasi, red), katakanlah bawang merah, bawang putih,” jelasnya.
Penyumbang Utama Inflasi
Suhardi menyoroti komoditas bawang putih sebagai salah satu penyumbang utama inflasi.
Pasokan bawang putih masih sangat bergantung pada impor atau distribusi dari luar daerah, sebab produksi lokal di Sulbar belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Memang itu belum mampu kita produksi secara penuh di Sulawesi Barat, utamanya bawang putih. Tapi yang lainnya, mampu kita kendalikan,” tuturnya.
Fenomena ini sekaligus menunjukkan adanya tantangan serius di sektor pangan Sulbar.
Ketergantungan terhadap pasokan eksternal, khususnya untuk kebutuhan pokok yang strategis, membuat harga lebih rentan mengalami fluktuasi.
Situasi ini berbeda dengan komoditas lain yang relatif lebih stabil berkat ketersediaan produksi dalam daerah.
Pemprov Lakukan Berbagai Langkah
Gubernur Suhardi menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak tinggal diam dalam menghadapi kondisi ini.
Menurutntya, berbagai langkah akan dilakukan untuk menekan gejolak harga sekaligus memperkuat kemandirian produksi lokal.
Upaya strategis diarahkan pada stabilisasi harga melalui mekanisme distribusi yang lebih efektif, serta mendorong peningkatan produksi komoditas yang masih bergantung pada pasokan luar.
Ia menekankan bahwa kerja sama lintas sektor akan terus diperkuat demi memastikan kebutuhan pokok masyarakat dapat dipenuhi secara stabil.
Hal ini sekaligus menjadi momentum bagi Sulbar untuk memperbaiki struktur ekonominya, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperkuat daya saing daerah dalam jangka panjang.
Pemerintah Provinsi Sulbar, tegas dia, berkomitmen menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan daya beli masyarakat menjadi salah satu tanda positif, namun tantangan ketersediaan pangan dan ketergantungan pasokan luar harus segera ditangani.