NASIONAL.NEWS – Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Ekonomi Syariah bertema “Optimalisasi Potensi Umat dalam Membangun Kemandirian Bangsa”.
Acara yang menjadi bagian dari Program Peningkatan Mutu Pendidikan Islam ini dilaksanakan di Grand Tjokro Grogol, Petamburan, Jakarta, pada Rabu (17/9/2025), menghadirkan Anggota Komisi VIII DPR RI, Erwin Aksa, sebagai pembicara utama.
Seminar ini menyoroti peran penting ekonomi syariah dalam membangun kemandirian bangsa melalui pemberdayaan umat, penguatan UMKM, serta pemanfaatan potensi lokal dan digital.
Ekonomi Syariah Instrumen Nasional
Dalam paparannya, Erwin Aksa menegaskan bahwa ekonomi syariah memiliki kekuatan moral, spiritual, dan pragmatis yang relevan untuk pembangunan nasional.
“Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi aspek sosial dan agama, saya melihat bahwa ekonomi syariah memiliki dimensi moral, spiritual, sekaligus pragmatis yang sangat relevan untuk membangun kemandirian bangsa, terutama melalui UMKM dan basis sosial keagamaan,” ujarnya.
Dia menukil, berdasarkan The State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2025, Indonesia berhasil naik ke peringkat ke-3 dunia dalam Global Islamic Economy Indicator. Indonesia unggul pada sektor modest fashion, pariwisata ramah Muslim, farmasi, dan kosmetik halal.
Potensi ini diperkuat oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi syariah nasional pada 2025 yang diperkirakan mencapai 4,8% hingga 5,6%. Aset keuangan syariah nasional juga diproyeksikan menembus Rp 3.157,9 triliun hingga Rp 3.430,9 triliun, dengan pembiayaan perbankan syariah yang tumbuh positif 9,87% (YoY) per Desember 2024.
Selain itu, sektor halal value chain sudah menopang lebih dari 25% perekonomian nasional, mencakup makanan dan minuman halal, fashion muslim, pariwisata ramah Muslim, serta pertanian.
Optimalisasi Potensi Umat
Erwin Aksa menekankan bahwa banyak potensi umat yang dapat digerakkan untuk memperkuat ekonomi syariah nasional. Ia menyebut UMKM sebagai basis utama, terutama yang bergerak pada produk halal, kuliner, fashion, kerajinan, dan jasa berbasis keagamaan.
Ia juga menyoroti potensi sumber daya alam, agroindustri, dan pariwisata lokal. “Daerah-daerah dengan bahan baku pertanian dan kerajinan bisa digunakan dalam rantai nilai halal produksi lokal. Pariwisata ramah Muslim juga memiliki peluang besar jika fasilitas dan regulasi mendukung,” jelasnya.
Selain itu, perkembangan digital dan teknologi membuka peluang baru melalui e-commerce halal, fintech syariah, sertifikasi halal digital, hingga inovasi produk halal berbasis riset lokal.
Erwin juga menekankan pentingnya literasi ekonomi syariah. Indeks literasi yang semula 28% kini meningkat menjadi 42,84% pada 2024, dan ditargetkan mencapai 50% ke depan. Pendidikan vokasi dan pelatihan UMKM tentang standar halal, branding, hingga manajemen keuangan syariah menjadi agenda penting untuk meningkatkan daya saing umat.
Tantangan Nasional Ekonomi Syariah
Meski memiliki potensi besar, menurut Erwin, masih terdapat sejumlah hambatan. Di antaranya, terang dia, keterbatasan akses pembiayaan UMKM, di mana kebutuhan pembiayaan diperkirakan mencapai Rp 4.300 triliun pada 2026, tetapi realisasinya masih jauh di bawah.
Biaya dan akses sertifikasi halal juga masih menjadi kendala, selain rantai pasok halal yang belum sepenuhnya memenuhi standar internasional.
“Tantangan lain meliputi keterbatasan infrastruktur logistik, literasi ekonomi syariah yang belum merata, serta regulasi yang belum sinkron antara pusat dan daerah,” jelasnya.
Disamping itu, Erwin menekankan, skala usaha yang kecil dan daya saing produk UMKM juga perlu diperkuat melalui peningkatan kualitas kemasan, branding, serta akses ekspor.
Mendorong Ekonomi Syariah Nasional
Sebagai legislator, Erwin Aksa menegaskan peran DPR dalam memperkuat regulasi dan kebijakan. DPR mendorong regulasi yang memudahkan pembiayaan syariah, mempercepat sertifikasi halal, serta menjamin mutu produk halal.
“Ekonomi syariah memiliki potensi besar sebagai instrumen kemandirian bangsa melalui pemberdayaan umat, memperkuat UMKM, pemerataan ekonomi, dan sebagai landasan nilai moral dan sosial yang kuat,” jelasnya.
DPR juga berperan dalam mendorong alokasi anggaran khusus, memberi insentif fiskal, memastikan pengawasan program pemerintah, serta menjalin kolaborasi lintas lembaga dan sektor. Erwin menekankan perlunya pelatihan, literasi, serta dukungan infrastruktur untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah.
“Mari kita wujudkan kebijakan yang pro rakyat, pro syariah, pro keadilan, supaya umat tidak hanya jadi objek kebijakan tetapi subjek yang aktif memimpin ekonomi syariah di tanah air,” ajaknya.
Diketahui, Indonesia menargetkan menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2029 melalui kolaborasi lintas sektor, penguatan rantai nilai halal, serta literasi dan regulasi yang adaptif.
Erwin mengapresiasi program seminar seperti ini yang menjadi bagian dari upaya meningkatkan kesadaran kolektif sekaligus memperkuat sinergi antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah.
“Dengan potensi besar yang dimiliki, optimalisasi ekonomi syariah tidak hanya menjadi solusi pemberdayaan umat, tetapi juga jalan menuju kemandirian nasional yang berkeadilan,” terangnya menandaskan.