SURABAYA – Civitas akademika dan berbagai komunitas epistemik lainya harus terus menyuarakan solidaritas untuk keadilan dan kemerdekaan Palestina yang kini masih dalam penjajahan Israel yang didukung sekutu sekutunya.
Seruan tersebut mengemuka dalam mimbar dialog terbuka yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohaniaan Islam Universitas Airlangga (UKMKI Unair) bekerjasama dengan Badan Eksektutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) se-Unair di di Amphitheater Kampus B Unair, Surabaya, Jum’at (17/5/2024).
Forum yang bertajuk Palestine Solidarity Camp ini menegaskan dua hal, yaitu, pertama, mahasiswa sebagai bagian dari komunitas akademik tidak boleh berhenti untuk melakukan segala aksi untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami Palestina dengan berbagai cara.
Kedua, sebagai angkatan muda mahasiswa sebagai bagian dari komunitas epistemik perlu untuk terus menyuarakan dan memperjuangkan hak hak rakyat Palestina serta menyuarakan penghapusan segala bentuk penindasan dan penjajahan di muka bumi.
Erdo, perwakilan dari BEM Unair, mengatakan kita harus bersyukur atas kemudahan yang kita miliki seperti akses terhadap makanan, pendidikan, dan kebebasan berbicara. Sementara itu, saudara-saudara kita di Palestina menghadapi kesulitan yang sangat besar untuk menyuarakan hak-hak mereka.
“Akses terhadap makanan di Palestina sangat terbatas, terlebih setelah insiden makanan bantuan dari Indonesia yang dirusak oleh pihak Israel,” kata Erdo.
Sebagai mahasiswa, menurut Erdo, hendaknya memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung Palestina. Dukungan ini sangat berarti, mengingat kita memiliki akses pendidikan yang baik.
“Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah bersikap proaktif dalam mendukung perjuangan mereka. Kedua, kita harus selalu mendoakan keselamatan dan kemerdekaan mereka,” ujarnya.
Mahasiswa lainnya, Rizalul dari LDK Unair, mengemukakan sejatinya semua orang merdeka tak terkecuali mahasiswa memiliki tanggung jawab moral terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina.
Rizalul menyebutkan, Rafah, sebagai tempat perlindungan terakhir, telah menjadi saksi penderitaan mereka setelah banyak tempat perlindungan lain dibombardir oleh Israel. Setiap lima menit, seorang bayi meninggal dunia, menunjukkan betapa mendesaknya situasi yang sedang dihadapi.
Perjuangan yang dilakukan hingga saat ini belum membuahkan hasil yang diharapkan, dan kita memiliki tanggung jawab atas hal tersebut.
“Oleh karena itu, aksi yang dilakukan tidak boleh hanya bersifat simbolik. Kita harus terus menyuarakan dan menggelar aksi hingga dapat memberikan dampak nyata bagi Palestina. Hal ini penting agar isu Palestina tetap terjaga dan tidak tenggelam dalam kesibukan dunia internasional,” terangnya.
Sementara itu, dari perspektif sejarah, Dr Muttaqin, salah satu dosen Unair yang turut dalam aksi damai tersebut mengatakan Presiden Soekarno pernah mengusulkan di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa organisasi tersebut tidak adil dan perlu direformasi. Menurut Soekarno, ketidakadilan ini terlihat sejak awal, sehingga ia menyuarakan perlunya perubahan dalam struktur PBB.
Kata Muttqain, ketika sebuah negara bergabung dengan PBB, mereka harus menyetujui aturan-aturan yang sudah ada. Salah satu isu utama yang diangkat adalah keberadaan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kelima negara ini memiliki hak veto yang membuat mereka memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan.
“Selain itu, hampir semua negara di dunia memiliki hubungan patron dengan anggota tetap PBB tersebut, yang memperkuat posisi dan pengaruh mereka,” imbuhnya.
Meskipun tantangan untuk mereformasi PBB sangat besar, dengan menyuarakan isu ini di forum internasional, terang Mutqain, ketidakadilan tersebut dapat diketahui oleh lebih banyak pihak, sehingga perjuangan untuk kemerdekaan Palestina bisa terus dilanjutkan.
Sebelumnya, salah satu nahasiswa peserta dialog terbuka ini bernama Jinan mengemukakan bahwa mayoritas negara di dunia telah memilih Palestina untuk menjadi anggota PBB. Namun, pertanyaan yang mengemuka adalah apakah keanggotaan ini dapat menghentikan penjajahan yang terjadi di Palestina.
Menurut Muttaqin, keanggotaan Palestina di PBB jelas membawa sejumlah implikasi penting diantaranya Palestina memperoleh pengakuan lebih luas dari komunitas internasional dimana hal ini dapat memperkuat posisi Palestina dalam diplomasi global.
Selain itu, keanggotaan ini memungkinkan Palestina untuk berpartisipasi dalam berbagai organisasi internasional dan mengakses mekanisme hukum internasional untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Disamping status anggota PBB dapat meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel untuk menghentikan praktik-praktik penjajahan dan mematuhi resolusi internasional terkait konflik tersebut, namun, tantangan besar tetap ada.
Sejauh ini, berbagai badan dan organisasi dunia belum berhasil mencapai perdamaian yang komprehensif di Palestina.
Oleh karena itu, menurut Muttaqin, keanggotaan Palestina di PBB hanya salah satu langkah menuju perdamaian yang lebih besar dan membutuhkan upaya yang berkelanjutan dari komunitas internasional untuk benar-benar menghentikan penjajahan di tanah Baitul Maqdis itu. (ybh/nas)