MENGHAFAL al-Qur’an bagi anak-anak pada dasarnya begitu mudah, jika hanya menyetor hafalan. Akan tetapi yang sulit ialah mempertahankan hafalan al-Qur’an tersebut. Apalagi ketika program tahfidz al-Qur’an diterapkan di sekolah atau madrasah.
Masalahnya, tidak cukup waktu untuk menerima hafalan setoran peser didik yang mencakup 32 siswa dalam satu lokal, belum lagi menghadapi peserta didik yang belum lancar dalam menghafal al-Qur’an, tentu frekuensi dalam menghafal berbeda dengan peserta didik yang telah cakap dalam menghafal al-Qur’an.
Selanjutnya, program tahfidz yang diterapkan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) sepertinya kurang efisien, karena berbeda dengan sekolah di pondok pesantren. Di pondok pesantren siswa/siswi tidur di pondok, artinya mereka mempunyai banyak waktu untuk menghafal al-Qur’an dan mendapat pengawasan dari pembinan asrama.
Sedangkan anak-anak MAN mereka tidak sama dengan anak-anak pesantren, yang mana mereka hanya menghafal dan setoran di sekolah dengan menggunakan jam 3 jam pelajaran. Adapun di rumah belum tentu mereka bisa bersemangat untuk mengulang hafalan.
Data di atas membuktikan ada diferensiasi antara anak-anak pondok pesantren dan peserta didik yang sekolah di MAN. Perbedaannya terletak kepada penggunaan waktu dan pengawasan.
Perlu metode yang kompleks bagaimana solusi bagi peserta didik yang sekolah di MAN atau di sekolah negeri secara umum di dalam mempertahankan hafalan dan menambah hafalan al-Qur’an. Adapun metode siswa-siswi dalam mempertahankan hafalan dan menambah hafalan al-Qur’an yakni:
Pertama, guru-guru harus melakukan observasi terhadap anak-anak untuk mengukur kualitas hafalan mereka. Setelah guru mengetahui kualitas masing-masing anak, guru membagikan kelompok dengan tiga bagian yakni, kualitas yang bagus, kualitas kurang bagus, dan kualitas yang kurang baik.
Kedua, setelah mengetahui kualitas anak-anak, maka cara menangani beda pula yaitu, anak-anak yang kualitas hafalannya bagus mereka bisa belajar mandiri, dan bisa membantu teman-teman yang kurang bagus kualitas hafalannya. Sedangkan anak-anak yang kurang baik kualitas hafalannya focus dibimbing oleh guru-guru yang mengajar.
Ketiga, system roja’ah sahabat. Sistem ini untuk anak-anak yang kurang bagus dan kurang baik hafalannya. Setelah anak-anak yang kualitas hafalannya kurang baik menyetor kepada guru, lalu ia menyetor lagi kepada teman-teman sekelas yang notabene hafalannya yang sudah bagus dan berkualitas sebanyak 5 kali.
Seterusnya, bagi anak-anak hafalannya kurang bagus menyetor kepada guru, setelah itu mereka menyetor lagi tentang ayat-ayat yang dihafal tadi kepada sahabat yang kualitas hafalannya berkualitas baik. Bagi anak-anak yang berkualitas bagus, mereka hanya dianjurkan untuk muroja’ah hafalannya kepada guru minimal 3 surat Juz 30.
Filosofinya metode di atas ialah supaya hafalan mereka tidak hilang dan semakin kuat. Lebih sederhana metode di atas menggambarkan bahwa, seorang penghafal al-Qur’an harus tekun dan rajin me-muroja’ah hafalan yang sudah dihafal.
Cara ini juga merupakan bentuk dari implementasi dari kurikulum merdeka, yang mana pendidikan ditekankan berpusat kepada murid. Dalam konteks ini, murid dilatih belajar secara mandiri.
*) Muhammad Sabri, penulis adalah guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Mukomuko, Bengkulu.