Pasar kripto kembali mengalami tekanan berat setelah total likuidasi di pasar derivatif mencapai angka fantastis, yakni Rp22 triliun dalam waktu 24 jam terakhir. Penurunan tajam ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap dampak inflasi tinggi, menyusul kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menegaskan penerapan tarif impor sebesar 25% terhadap Kanada dan Meksiko.
Berdasarkan data dari TradingView pada Selasa (25/2/2025), harga Bitcoin (BTC) anjlok dari level US$91.000 ke titik terendah US$88.282 sebelum akhirnya mengalami koreksi. Penurunan ini juga diikuti oleh Ether (ETH), yang jatuh dari US$2.500 ke US$2.385, mencatatkan penurunan lebih dari 12%. Di antara aset kripto besar lainnya, Solana (SOL) mengalami penurunan paling tajam sebesar 14%, sementara XRP turun lebih dari 12% ke level US$2,19.
Baca juga: Kemana Arah Bitcoin Jika Support di US$ 96.000 Jebol?
Aset kripto lainnya, termasuk meme coin seperti Dogecoin (DOGE), Shiba Inu (SHIB), dan Pepe (PEPE), juga tidak luput dari tekanan pasar. DOGE tercatat turun 11%, sedangkan SHIB dan PEPE masing-masing merosot 9% dan 15%.
Likuidasi Besar-Besaran di Pasar Kripto
Gelombang aksi jual ini menyebabkan likuidasi besar-besaran di pasar derivatif kripto. Data dari CoinGlass menunjukkan bahwa total likuidasi mencapai US$1,35 miliar (setara Rp22 triliun) dalam 24 jam terakhir, dengan sebagian besar berasal dari posisi long senilai US$1,25 miliar.
Bitcoin mencatat likuidasi tertinggi sebesar US$517 juta, diikuti oleh Ether dengan nilai likuidasi mencapai US$294 juta. Secara keseluruhan, lebih dari 367 ribu trader dilaporkan terlikuidasi dalam periode tersebut.
Kebijakan Tarif Impor dan Ketidakpastian Global
Aksi jual besar-besaran ini dipicu oleh kombinasi faktor, termasuk ketidakpastian ekonomi global, aksi ambil untung oleh institusi, dan keluarnya investor asing dari aset berisiko. Kebijakan tarif impor sebesar 25% terhadap Kanada dan Meksiko yang diumumkan Presiden Trump semakin memperburuk sentimen pasar.
Dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis, Emmanuel Macron, Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif impor tersebut akan tetap diberlakukan, meskipun menuai kritik dari berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan inflasi, yang pada akhirnya memicu spekulasi kenaikan suku bunga oleh bank sentral.
Imbas Peretasan Bybit
Selain kebijakan tarif impor, penurunan pasar kripto juga diperburuk oleh peretasan besar yang menimpa exchange kripto Bybit pada 21 Februari 2025. Insiden ini menyebabkan hilangnya aset senilai lebih dari US$1,46 miliar dalam bentuk Ether dan token terkait ETH, menjadikannya salah satu peretasan terbesar dalam sejarah kripto.
James Butterfill, Kepala Riset CoinShares, menyatakan bahwa kombinasi antara inflasi tinggi, kebijakan tarif impor, dan insiden peretasan menciptakan tekanan besar bagi pasar kripto. Namun, ia optimistis bahwa Bitcoin memiliki potensi untuk pulih lebih cepat dibandingkan aset keuangan tradisional.
Pasar Kripto Semakin Matang
Meski demikian, sejumlah analis menilai bahwa reaksi pasar terhadap kondisi ini lebih moderat dibandingkan dengan keruntuhan FTX pada 2022. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem kripto semakin matang dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
QCP Capital mencatat bahwa langkah cepat Bybit untuk mendapatkan pinjaman jembatan guna menutupi kesenjangan likuiditas menjadi bukti ketahanan sektor kripto. “Ekosistem kripto terus menunjukkan pemulihan sejak 2022, meski menghadapi tantangan berat seperti saat ini,” tulis QCP Capital dalam pernyataan resminya.
Pasar kini menantikan langkah selanjutnya dari para pelaku industri dan regulator untuk mengatasi gejolak ini. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, investor diimbau untuk tetap waspada dan mempertimbangkan risiko yang ada sebelum mengambil keputusan investasi.