PKS Harus Berhitung Matang Dibalik Kedaluwarsanya Kandidasi Anies Baswedan

Pada tahun 2024, Jakarta akan kembali menjadi medan pertempuran politik yang intens dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada pada 27 November 2024 mendatang. Salah satu topik yang menjadi perhatian utama adalah dinamika koalisi partai politik dalam mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai salah satu pemain utama dalam politik di Jakarta dengan perolehan kursi terbanyak, menghadapi tantangan signifikan dalam menentukan langkah mereka untuk Pilkada mendatang. Partai dakwah ini harus berhitung matang dalam kandidasi figur Anies Baswedan. Kita akan coba mengulas agak sedikit serius tentang situasi terkini, kemungkinan koalisi, dan langkah-langkah strategis yang diambil oleh PKS.

Bacaan Lainnya
anies

Perjalanan Duet Anies-Shohibul Iman

Duet Anies Baswedan dan Shohibul Iman, yang dikenal dengan akronim AMAN, pada awalnya dibentuk dengan harapan kuat menjadi pasangan yang diusung oleh PKS pada Pilkada DKI Jakarta 2024. Namun, realitas politik sering kali bergerak dinamis dan cepat berubah. Surat keputusan (SK) yang mengesahkan duet ini hanya berlaku hingga 4 Agustus 2024. Dengan berakhirnya masa berlaku SK tersebut, PKS kini menghadapi kenyataan bahwa rencana awal untuk mengusung duet Anies-Shohibul telah kedaluwarsa.

PKS, melalui juru bicaranya Muhammad Kholid, mengakui bahwa masa berlaku SK tersebut tidak memungkinkan AMAN untuk maju sebagai pasangan calon di Pilkada. Kholid menjelaskan bahwa sejak deklarasi pada 25 Juni 2024 hingga berakhirnya masa SK, PKS belum berhasil memperoleh dukungan kursi yang cukup untuk mengusung duet ini secara mandiri.

Salah satu hambatan utama yang dihadapi PKS dalam mengusung pasangan AMAN adalah kekurangan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Untuk dapat mencalonkan gubernur dan wakil gubernur, sebuah partai atau koalisi partai politik harus memiliki minimal 22 kursi di DPRD. Namun, hingga 4 Agustus 2024, PKS belum berhasil memenuhi jumlah kursi tersebut, yang membuat mereka tidak dapat mengajukan pasangan calon sendiri.

Dalam situasi ini, PKS tampaknya mulai tergiur untuk melihat kemungkinan lain yang lebih “menguntungkan” disamping mereka juga menyadari pentingnya menjajaki opsi-opsi lain untuk tetap berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2024. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah membangun komunikasi dengan partai lain, termasuk Koalisi Indonesia Maju (KIM). Langkah ini diambil sebagai strategi PKS untuk mencari jalan alternatif jika duet AMAN tidak dapat bertarung dalam Pilkada.

Potensi Gabung dengan KIM

KIM, yang merupakan kelompok politik yang semakin menjelma menjadi mainstream, kini menjadi salah satu mitra potensial bagi PKS dalam mengusung calon di Pilkada DKI Jakarta. Diakui, PKS telah memulai komunikasi intensif dengan KIM untuk mengeksplorasi kemungkinan kerja sama. Langkah ini tidak hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi jumlah kursi, tetapi juga oleh pertimbangan strategis jangka panjang dalam membentuk aliansi politik yang kuat.

Komunikasi dengan KIM telah dibahas dalam musyawarah majelis syuro ke-11 PKS, yang menunjukkan keseriusan PKS dalam mencari alternatif jika rencana awal gagal. Namun, hingga saat ini, PKS belum memberikan kepastian mengenai siapa calon yang akan diusung bersama KIM, meskipun beberapa nama seperti Ridwan Kamil mulai mencuat sebagai alternatif potensial.

Menuju masa pendaftaran pasangan calon Pilgub DKI Jakarta yang hanya diberi waktu 3 hari pada 27-29 Agustus 2024, Pilkada DKI Jakarta 2024 dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi, baik dari segi calon yang akan maju maupun koalisi yang akan terbentuk. Bagi PKS, tantangan ini menuntut kecermatan dalam mengambil langkah-langkah strategis yang tepat. Dalam konteks ini, kemampuan PKS untuk beradaptasi dengan situasi politik yang dinamis akan menjadi faktor kunci dalam menentukan masa depan mereka di Pilkada DKI Jakarta.

Selain itu, komunikasi yang efektif dengan partai-partai lain dan keputusan-keputusan strategis yang diambil di tingkat DPP dan majelis syuro akan sangat menentukan hasil akhir. Pilkada DKI Jakarta 2024 tidak hanya akan menjadi ajang pertarungan politik, tetapi juga ujian bagi PKS dalam memperkuat posisi mereka di panggung politik nasional. Dan, yang PKS perlu ingat, Anies Baswedan punya saham dalam mendongkrak perolehan kursinya di Jakarta.

Parpol dan Mekanisme Demokrasi

Situasi politik yang terus berkembang dan tantangan dalam mengusung calon di Pilkada DKI Jakarta 2024 telah menempatkan PKS pada posisi yang penuh dengan ketidakpastian. Meski demikian, dengan pendekatan yang hati-hati dan komunikasi yang terbuka dengan mitra-mitra potensial seperti Koalisi Indonesia Maju, PKS memiliki peluang untuk tetap berpartisipasi dalam kontestasi politik ini.

Ke depan, PKS perlu memastikan bahwa setiap langkah yang diambil didasarkan pada analisis yang mendalam dan strategi yang matang. Pilkada DKI Jakarta 2024 akan menjadi medan uji bagi PKS dalam mengukur kekuatan koalisi mereka, serta kemampuan mereka untuk beradaptasi dan bertahan dalam situasi politik yang selalu berubah.

PKS tentu sudah berhitung matang jika akhirnya meninggalkan Anies dan melabuhkan pilihannya pada kandidat lainnya. Di sisi lain, Anies dituntut harus mulai membuka diri bahwa ia membutuhkan partai sebagai mekanisme demokrasi untuk maju dan tidak semata mengandalkan popularitasnya.

Opsi mendirikan partai sekarang tentu bukan momentum yang tepat, karena itu, Anis pun tampaknya juga sedang dalam dilema besar di masa masa krusial sekarang. Tapi kita tahu kebesaran jiwa seorang Anies Baswedan dalam setiap pertarungan perebutan tampuk kepemimpinan yang dilakoninya, seperti dalam kata katanya yang menggetarkan: “Jika saya menjadi Presiden, maka Allah ijinkan saya. Tapi jika tidak, Allah selamatkan saya”.[]

Pos terkait