INDONESIA memiliki tokoh penting dalam menjaga perdamaian dunia. Siapakah dia? Yups, H. Muhammad Jusuf Kalla. Dalam mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik, kemampuan beliau memang tidak perlu diragukan lagi.
Kepiawaian Jusuf Kalla dalam melakukan lobi, mampu menyelesaikan berbagai macam konflik. Sebut saja konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia, konflik SARA di Poso dan Ambon.
Pak JK juga terlibat dalam upaya mendamaikan konflik antara Pemerintah Afghanistan dengan Taliban, belum lagi konflik sektarian di Filipina, Malaysia, China, Pakistan, India, Timur Tengah, dan di belahan bumi lainnya.
Tak heran, atas sepak terjang dan kepiawaiannya dalam melakukan lobi dan sebagai mediator perdamaian, Jusuf Kalla didaulat sebagai Tokoh Perdamaian Dunia dari World Assembly of Youth pada 2011 dan terpilih lagi menjadi Presiden “Centrist Asia Pacific Democrats International” (CAPDI) periode 2010-2012. Kalau Amerika Serikat punya seorang Jimmy Carter, ahli lobi yang mendamaikan konflik di dunia, Indonesia harus bangga memiliki Jusuf Kalla.
Kemampuan lobi adalah keterampilan penting yang sering kali diabaikan dalam kehidupan sehari-hari, namun sangat esensial bagi praktisi Public Relations (PR). Lobi tidak hanya sekedar tentang mempengaruhi kebijakan pemerintah atau membentuk opini publik, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk membangun hubungan yang kuat, memahami kebutuhan dan kepentingan berbagai pemangku kepentingan, serta menyusun strategi komunikasi yang efektif.
Dalam dunia PR, kemampuan lobi dapat membantu membentuk citra positif organisasi, mengatasi krisis dengan lebih efektif, dan menciptakan peluang kolaborasi yang menguntungkan.
Praktisi PR yang mahir dalam lobi akan mampu menavigasi kompleksitas dinamika sosial dan politik dengan lebih baik, memastikan pesan dan kepentingan organisasi mereka tersampaikan dengan tepat dan berdampak positif.
Perbedaan Lobi dan Negosiasi
Banyak orang sering kali menganggap lobi dan negosiasi itu sama. Namun, kenyataannya ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua sebenarnya pernah melakukan lobi dan negosiasi tanpa kita sadari.
Kedua aktivitas ini merupakan bagian penting dari komunikasi bisnis yang bertujuan mencapai hasil tertentu. Untuk berhasil, baik lobi maupun negosiasi memerlukan keterampilan komunikasi yang baik dan perencanaan yang matang agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Lobi adalah usaha untuk meyakinkan pihak lain agar dapat mengakomodasi kepentingan yang kita miliki, sehingga menghasilkan solusi dan membangun hubungan baik antara kedua belah pihak.
Biasanya, lobi dilakukan secara informal untuk mendapatkan dukungan dengan cara mempengaruhi atau membujuk individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Aktivitas ini bertujuan untuk membentuk pandangan positif dan memfasilitasi dialog yang bermanfaat.
Negosiasi, di sisi lain, adalah proses yang melibatkan dua pihak atau lebih dengan tujuan mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang terlibat. Negosiasi biasanya mencakup komunikasi, kerja sama, dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan.
Berbeda dengan lobi yang cenderung informal dan tidak terstruktur, negosiasi bersifat formal, terstruktur, dan sering kali melibatkan pihak-pihak yang mungkin memiliki kepentingan yang bertentangan.
Tujuan lobi adalah untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan dari pihak lain. Sementara itu, negosiasi lebih berfokus pada mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam pelaksanaannya, lobi bersifat persuasif dan tidak melibatkan proses tawar-menawar. Kemampuan untuk membujuk dan mempengaruhi menjadi sangat penting dalam lobi. Sebaliknya, negosiasi melibatkan proses yang lebih panjang dan rumit, termasuk diskusi dan tawar-menawar antara pihak yang terlibat.
Sepuluh Teknik Pendekatan Lobi
Redi Panuju (2010), dalam bukunya yang berjudul “Jago Lobi dan Negosiasi, Trik Jurus Cerdas Memenangkan Lobi dan Negosiasi” menjelaskan ada 10 pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan lobi. Berikut ini adalah 10 macam pendekatan di dalam teknik lobi:
- Brainstorming Approach. Pendekatan ini menitikberatkan pada asumsi bahwa citra diri tentang diri sendiri dan orang lain diperoleh melalui proses komunikasi yang intensif. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikehendaki, apa yang disukai, dan sebagainya muncul akibat interaksi komunikasi. Demikian juga dengan kebutuhan, muncul setelah terjadi pertukaran buah pikiran. Kesadaran adalah hasil dari kesimpulan yang substantif atas informasi yang menerpa terus menerus. Pendekatan ini biasanya digunakan ketika seseorang pelobi belum membawa maksud dan tujuan kecuali menjajaki segala kemungkinan, Lobi jenis ini bersifat eksploratif, sedang pada tahap mencari peluang.
- Pendekatan Pengondisian. Berangkat dari asumsi teoritik conditioning, bahwa selera, sikap, pikiran, preferensi, dan sebagainya dapat dibentuk melalui kebiasaan. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya melobi untuk membangun kebiasaan baru. Misalnya, yang semula belum ada kemudian diadakan sebagai wahana komunikasi. Pertemuan antara kedua pihak dilakukan untuk melancarkan komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi pihak lain secara perlahan, dilakukan tahap demi tahap sampai pihak lain tidak menyadari dirinya telah berubah. Pendekatan ini membutuhkan kesabaran dan kontinuitas.
- Networking Approach. Berangkat dari asumsi bahwa seseorang bertindak seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena itu memahami siapa orang dekat di samping siapa menjadi penting. Lobi dalam konteks ini tujuannya mencari relasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu, dan bukan berorientasi pada hasilnya. Bila networking sudah terjalin dengan baik, satu sama lain sudah terikat oleh nilai-nilai tertentu, barulah lobi dengan tujuan tertentu dilaksanakan.
- Pendekatan Transaksional. Berdasar pada pandangan bahwa apapun yang dikorbankan harus ada hasilnya, apa pun yang dikeluarkan harus kembali, apapun yang dikerjakan ada ganjarannya. Maka apapun konsekuensi yang mengikuti kegiatan lobi diperhitungkan sebagai investasi. Asusmsi pada pendekatan ini adalah bahwa transaksi merupakan sebuah mekanisme jika memberi maka harus menerima.
- Institution Building Approach. Pendekatan melembagakan tujuan gagasan merupakan alternatif yang dapat digunakan disaat sebagian besar orang resistensi terhadap suatu gagasan perubahan. Ketika sekelompok orang bersikap menerima suatu keputusan, maka sebagian besar lainnya akan ikut menerima keputusan tersebut.
- Cognitive Problem Approach. Pendekatan ini sebelum sampai pada tujuannya harus melalui beberapa proses, dimulai dengan membangun pemahaman terhadap suatu masalah pada pihak yang dituju, dan mempengaruhi pihak tersebut untuk mengambil keputusan. Pendekatan ini menitikberatkan pada terbentuknya keyakinan, semakin mampu meyakinkan, semakin menemukan sasaran.
- Five Breaking Approach. Pendekatan ini banyak digunakan oleh praktisi humas untuk mengalihkan perhatian pada isu yang merugikan dengan menciptakan isu lain. Agar pendekatan ini efektif dan tidak memicu terbentuknya isu lain dengan kecenderungan kearah yang lebih negatif, maka harus dilakukan dengan cara yang lebih halus, dan bukan bergerak berlawanan arah dengan isu utama yang timbul. Namun apabila demikian, maka akan timbul reaksi penolakan dan perlawanan yang lebih besar.
- Pendekatan Manipulasi Power. Dalam propaganda dikenal adanya istilah “transfer device”, yaitu cara mempengaruhi orang dengan menghadirkan simbol kekuatan tertentu. Melakukan pendekatan ini harus dipastikan adanya pembuktian untuk menghindari kesan negatif dan hilangnya kepercayaan.
- Cost and Benefit Approach. Pendekatan ini dilakukan ketika orang lain menganggap harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara pihak pelobi tidak mungkin menurunkan angka yang telah ditetapkan. Dibandingkan menunjukkan sikap pertahanan, akan lebih efektif apabila meyakinkan pihak lain dengan menyatakan bahwa angka tersebut adalah sesuai dengan pertimbangan memiliki banyak kelebihan.
- Pendekatan Futuristik atau Antisipatif. Pendekatan ini dilakukan manakala mengetahui bahwa klien belum memiliki kebutuhan saat ini, maka harus diberi gambaran beberapa tahun ke depan yang harus diantisipasi.
Peran Loby kepada Pemangku Kepentingan
Dalam konteks praktisi Public Relations, lobi sering kali melibatkan komunikasi langsung dengan pemangku kepentingan, yaitu individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dalam organisasi atau perusahaan.
Pemangku kepentingan bisa berupa pemerintah, komunitas lokal, media, investor, pelanggan, atau bahkan karyawan. Tujuan utama dari aktivitas lobi adalah untuk memastikan bahwa kepentingan dan pandangan organisasi diperhatikan dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Lobi kepada pemangku kepentingan memiliki peran yang sangat penting. Pertama, lobi membantu membangun hubungan yang kuat dan saling menguntungkan dengan para pemangku kepentingan. Dengan memahami kebutuhan dan kepentingan mereka, praktisi PR dapat menyusun pesan dan strategi komunikasi yang lebih efektif.
Misalnya, lobi kepada pemerintah dapat membantu organisasi mendapatkan dukungan kebijakan yang menguntungkan atau menghindari regulasi yang merugikan. Di sisi lain, lobi kepada komunitas lokal bisa membantu meningkatkan citra positif organisasi dan membangun dukungan masyarakat.
Kedua, lobi memungkinkan organisasi untuk menyampaikan informasi yang akurat dan relevan kepada pemangku kepentingan. Dalam banyak kasus, pemangku kepentingan mungkin tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu tertentu yang dihadapi oleh organisasi.
Melalui aktivitas lobi, praktisi PR dapat memberikan wawasan dan data yang diperlukan untuk membantu pemangku kepentingan membuat keputusan yang lebih baik. Informasi yang disampaikan melalui lobi harus jelas, terbuka, dan berdasarkan fakta untuk membangun kepercayaan dan kredibilitas.
Ketiga, lobi membantu mengelola dan mengatasi krisis. Dalam situasi krisis, komunikasi yang cepat dan tepat kepada pemangku kepentingan sangat penting untuk mengurangi dampak negatif dan memulihkan reputasi organisasi.
Praktisi PR yang ahli dalam lobi akan mampu menavigasi situasi krisis dengan lebih baik, menyampaikan pesan yang menenangkan, dan membangun kembali kepercayaan.
Dengan demikian, lobi bukan hanya tentang mempengaruhi keputusan, tetapi juga tentang menjaga hubungan yang harmonis dan produktif dengan semua pemangku kepentingan.
*) Rudi Trianto, penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya