Tantangan dan Masa Depan Pengelolaan Zakat Indonesia

Oleh Asih Subagyo*

BULAN Maret 2022 lalu, Pusat Kajian Strategis Zakat (PUSKAZ) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), menerbitkan laporan tentang Indeks Zakat Nasional dan Kaji Dampak Zakat 34 Propinsi 2021.

Bacaan Lainnya

Setiap tahun, sejak tahun 2016, BAZNAS selalu menerbitkan IZN ini, untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat dan juga dampak zakat yang dirasakan oleh mustahik.

Dalam IZN, diukur berbagai macam aspek yang mendukung pengelolaan zakat mulai dari dukungan pemerintah, kelembagaan, hingga bagaimana dampak zakat terhadap para mustahik.

Sehingga, untuk mengetahui lebih lanjut terkait perubahan dampak dari zakat yang diberikan, maka pengukuran seberapa banyak jumlah mustahik yang terentaskan dari kemiskinan menjadi salah satu indikator yang diukur oleh BAZNAS.

Dalam kajian tersebut, jumlah lembaga BAZNAS yang dapat diukur nilai IZN-nya di tahun 2021 ini sebanyak 290 lembaga yang terdiri dari 27 BAZNAS Provinsi dan 263 BAZNAS kabupaten/kota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Simpulan dari kajian tersebut dapat digambarkan secara garis besar, bahwa nilai IZN nasional mengalami peningkatan menjadi 0,59 (Cukup Baik) dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar 0.50 (Cukup Baik). Sebanyak 1 provinsi masuk kedalam kategori Tidak Baik, 15 provinsi ke dalam kategori Cukup Baik, dan 18 provinsi masuk kedalam kategori Baik. Dengan kata lain, mayoritas provinsi di Indonesia mendapatkan nilai IZN yang telah masuk ke dalam kategori Baik.

Selanjutnya, nilai dimensi makro juga mengalami peningkatan yaitu dari 0,64 (Baik) di tahun 2020 menjadi 0,67 (Baik) di tahun 2021. Sebanyak 1 provinsi masuk ke dalam kategori Kurang Baik, 6 provinsi ke dalam kategori Cukup Baik, 25 provinsi masuk ke dalam kategori Baik, dan 2 provinsi masuk ke dalam kategori Baik. Dengan kata lain, mayoritas provinsi di Indonesia mendapatkan nilai dimensi makro yang telah masuk ke dalam kategori Baik.

Sama halnya dengan dimensi makro, dimensi mikro juga mengalami peningkatan dari 0,47 (Cukup Baik) di tahun 2020 menjadi 0,56 (Cukup Baik) di tahun 2021. Terdapat 3 provinsi masuk ke dalam kategori Kurang Baik, 19 provinsi ke dalam kategori Cukup Baik, dan 12 provinsi masuk ke dalam kategori Baik. Berbeda dengan dimensi makro, di dimensi mikro mayoritas provinsi di Indonesia mendapatkan nilai di kategori Cukup Baik.

Adapun untuk Kaji Dampak Zakat (KDZ) nasional, berdasarkan standar garis kemiskinan nilai yang didapatkan masuk ke dalam kategori Baik (0,62), standar had kifayah kategori Cukup Baik (0,45) dan standar nisab zakat masuk ke dalam kategori Kurang Baik (0,24).

Hal ini juga dapat digambarkan dengan jumlah penduduk miskin, juga mengalami penurunan sesudah mendapatkan bantuan zakat pada seluruh standar penghitungan garis kemiskinan (48%), had kifayah (41%), dan nisab zakat (12%). Penurunan kesenjangan pendapatan tertinggi terjadi pada penghitungan I dengan standar nisab zakat yaitu sebesar 21%.

Angka-angka tersebut di atas sangat mengembirakan. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan melalui indikator yang terukur, bahwa terjadi peningkatan literasi zakat secara nasional, baik indikator makro maupun mikro. Sehingga memberi dampak terhadap perbaikan kehidupan mustahik, dalam hal ini terutama berkenaan dengan pengentasan kemiskinan.

Literasi Digital 

Beriringan dengan naiknya tingkat literasi zakat ini, seharusnya juga diikuti pula dengan bagaimana lembaga zakat mengikuti perkembangan zaman, terutama terkait dengan era industri 4.0. Dimana digitalisasi menjadi kunci utamanya.

Ternyata hal ini juga sudah diantisipasi dan direspon dengan cukup memadai oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ). Melalui Forum Zakat (FOZ), pada tahun 2020 telah melakuan survei berkenaan dengan kesiapan LAZ dalam menghadapi era digital dimaksud. Dimana secara umum mendapatkan hasil bahwa LAZ sudah siap dalam memasuki era digital ini.

Kesiapan tersebut dapat dilihat dari 5 (lima) aspek atau indikator yang diukur, yakini: Kesiapan Lembaga (Enterprise Readiness Segment), Kesiapan SDM (Human Resource Segment), Kesiapan Informasi (Information Readiness Segment), Kesiapan Infrastruktur TIK (ICT Readiness Segment) dan Kesiapan Lingkungan Eksternal (External Environment Readiness).

Sebagaimana dikutip Kontan, dari segi kesiapan lembaga, hasil riset menunjukkan sebagian besar pengelola LAZ (78%) mengaku siap menghadapi era digital. Kesiapan Lembaga tercermin dari persepsi positif para pemimpin LAZ yang melihat penggunaan TIK sangat penting ((84%) dan mendukung (88%) pengelolaan zakat.

Keseriusan LAZ dalam menghadapi era digital juga terlihat dari kepemilikan kanal media digital berbayar oleh 86% LAZ. Kesiapan juga tergambar dari jumlah LAZ yang mengembangkan program peningkatan kompetensi amil digital (69%) dan mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan SDM (86%).

Terkait kesiapan SDM, hasil riset menunjukkan bahwa amil yang bekerja di LAZ memiliki kapasitas yang baik dalam penggunaan perangkat dan platform digital. Hasil riset mengungkap 97% amil LAZ mampu menggunakan gawai dan kanal media digital. Hal itu bisa dimaklumi karena Sebagian besar LAZ (77%) menggunakan media digital saat rekrutmen staf/amil.

Kesiapan SDM LAZ juga dilihat dari eksistensi divisi IT yang ada di Sebagian besar LAZ (63%). Bahkan, 54% dari LAZ yang jadi responden secara khusus memiliki divisi digital marketing.

Untuk aspek kesiapan informasi dalam penelitian ini dikaji melalui ketersediaan SOP lembaga dan hambatan dalam mengakses internet. Hasil riset menunjukkan mayoritas LAZ sudah memiliki SOP, dengan rincian 86% atau 89 lembaga memiliki SOP penghimpunan ZIS, 91% atau 95 lembaga memiliki SOP penyaluran dan 83% atau 87 lembaga memiliki SOP administratif. Dalam SOP tersebut tentu juga diatur soal pengunaan platform digital dalam pengelolaan ZIS.

Sementara terkait hambatan dalam mengakses internet, 34% lembaga mengaku masih menghadapi kendala dalam mengakses internet, 63% Lembaga mengaku tidak menghadapi kendala dan 3% sisanya tidak menjawab. Kendala dalam mengakses internet ini umumnya dihadapi oleh LAZ yang berlokasi di daerah luar Jawa.

Sedangkan yang terkait dengan kesiapan infrastruktur TIK, ada 2 indikator yang dikaji dalam riset ini, yakni kepemilikan kanal media digital dan akses internet di kantor LAZ. Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua Lembaga yang dikaji (97%) memiliki kanal media digital. Sementara akses internet di kantor merupakan kebutuhan utama yang yang harus dipenuhi oleh LAZ yang ingin beroperasi di era digital.

Sedangkan mayoritas (96%) LAZ memiliki akses internet di kantor dengan beragam cara yang digunakan para amil atau staf dalam mengakses internet di kantor, mulai dari menggunakan WLAN atau WIFI, hotspot pribadi, modem, dan tethering melalui gadget/ smartphone.

Disisi lain, penggunaan internet diyakini telah merubah pola interaksi dan transaksi masyarakat, termasuk dalam pembayaran zakat. Hal ini juga mendorong 98% LAZ yang menjadi responden untuk mengembangkan berbagai inovasi digital.

Inovasi dilakukan dalam bentuk pengembangan web (93%) dan pemanfaatan kanal sosial media (99%) untuk pengelolaan zakat. Selain melalui website dan kanal digital, pengembangan inovasi tersebut juga dilakukan melalui platform crowdfunding yang dimiliki oleh pihak ketiga (17,3%). Selain itu, berkembangnya internet juga merubah pola LAZ dalam berpromosi atau mengiklankan program-program dan layanannya.

Selain menggunakan media promosi konvensional (spanduk, iklan media cetak, dll), LAZ juga berpromosi melalui kanal digital (80%), mengontrak atau bermitra dengan influencer (29%) dan membayar ads/iklan digital (78%).

Untuk penyaluran dan pendayagunaan ZIS, platform digital secara umum berdampak positif dalam mempermudah, mempercepat, memperluas cakupan program dan layanan LAZ.

Kendatipun demikian, dari laporan penghimpunan dana ZISWAF oleh LAZ dari tahun 2016-2018, baru 6,74% yang menggunakan platform digital. Dimana Rp, 2,15 triliun melalui cara konvensional dan Rp. 155 milyar degan cara digital.

Belum optimalnya penggunaan platform digital dalam aspek pengumpulan ini diperkirakan karena rendahnya kapasitas muzakki dalam menggunakan media digital dan belum terbiasanya masyarakat menyalurkan zakat secara digital. Akan tetapi hingga saat ini prosentasenya terus berkembang mendekati 50 persen.

Hasil riset tersebut juga menunjukkan beberapa tantangan yang dihadapi LAZ dalam memasuki era digital, yakni kualitas jaringan internet yang buruk (khususnya bagi LAZ di daerah), pemadaman listrik, serta biaya internet yang relatif mahal.

Selain itu, adanya tantangan maraknya kejahatan siber yang makin meningkat setiap tahun yang juga perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh LAZ, seperti manipulasi data, gangguan sistem, peretasan sistem elektronik, pencurian data, akses ilegal, penipuan online, dan sebagainya.

Tantangan lainnya yaitu mengintegrasikan program-programnya dengan inisiatif atau program yang dikembangkan Lembaga-lembaga lain, sehingga upaya untuk mengatasi masalah tidak lagi dilakukan secara parsial, tapi lebih integratif dan komprehensif.

Tantangan ke depan

Menurut keterangan BAZNAS bahwa potensi zakat Indonesia pada tahun 2022 adalah sebesar Rp. 327 triliun. Sedangkan dari potensi tersebut, yang dapat dihimpun pada tahun 2021 oleh BAZNAS dan LAZ adalah sebesar Rp. 17 triliun. Pada 2022, Zakat Infak Sedekah (ZIS) dan Dana Sosial Keagamaan Lain (DSKL) membidik pengumpulan zakat bisa menembus Rp 26 triliun. Sebuah angka yang realistis.

Apalagi, dengan membaca dan menganalisa data di atas, maka tidak ada kata lain bagi BAZNAS dan LAZ untuk tidak selalu optimis dengan target tersebut di atas, apalagi pandemi COVID-19 berangsur mulai membaik, artinya pertumbuhan ekonomi juga membaik.

Kata kuncinya adalah sinergi antar lembaga, menjaga profesionalisme amil dan lembaga, transparansi, akuntabilitas, dengan tetap meningkatkan literasii zakat dan juga melakukan digitasisasi sesuai dengan tuntutan zaman.

Sehingga, akan lebih banyak lagi mustahik yang diberdayakan dan dientaskan dari kemiskinan. Dus artinya pendistribusian zakat harus tepat sasaran kepada mustahik, setidaknya terkait dengan segmen ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Wallahu a’lam

Asih SubagyoPengawas LAZNAS Baitul Maal Hidayatullah

Pos terkait